Dirjen Migas Kementerian ESDM Djoko Siswanto mengatakan penerapan sanksi akan ditentukan dari hasil penyelidikan terkait kendala yang menghambat implementasi program B20.
Sanksi yang diberikan pemerintah terbuka bagi badan usaha bahan bakar nabati (BUBBN) maupun BUBBM.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
FAME alias fatty acid methyl ester adalah bahan bakar nabati hasil olahan dari minyak kelapa sawit, atau unsur nabati yang menjadi bahan baku campuran bahan bakar minyak (BBM) jenis Solar.
Pemberian sanksi pun harus berdasarkan pemeriksaan yang tepat, agar dapat diketahui kendala terjadi oleh BU BBN atau BU BBM. Sebab, ada laporan dari Pertamina bahwa pemasokan FAME belum optimal.
"Ya makanya, berarti badan usaha penyedia Fame yang nggak sampai ke Pertamina kan, nah kalau terbukti ya kita denda," ujar dia.
Menurut Djoko, pada rapat koordinasi (rakor) evaluasi B20 yang dipimpin Menko Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution pun melakukan evaluasi pelaksanaan program yang berjalan sejak 1 September 2018 ini. Hasilnya, kata Djoko sudah tidak ada lagi BUBBM yang menjual B nol.
"Sudah tidak ada lagi badan usaha selain Pertamina yang menjual B Nol, semua sudah B20, tapi masih sedikit (masalah armada)," jelas dia.
Sementara itu, Direktur Logistik, Supply Chain dan Infrastruktur Pertamina Gandhi Sriwidodo mengatakan rakor kali ini hanya sebatas evaluasi mingguan atas pelaksanaan program B20.
"Oh enggak, tadi hanya monitoring saja, tinggal evaluasi saja karena setiap Kamis kan dievaluasi, evaluasi kira-kira problemnya apa dicarikan solusi, gitu saja, normatif saja," ungkap dia.
Diketahui, pemerintah menetapkan sanksi bagi BUBBM yang tidak menyalurkan B20 akan didenda Rp 6.000 per liter. Begitu pun dengan BUBBN yang tidak menyalurkan fatty acid methyl ester (FAME) atau unsur nabati juga bisa dikenai sanksi Rp 6.000 per liter. (hek/dna)