Pengusaha: Daripada Utak-atik Harga BBM, Lebih Baik Percepat B20

Pengusaha: Daripada Utak-atik Harga BBM, Lebih Baik Percepat B20

Selfie Miftahul Jannah - detikFinance
Kamis, 11 Okt 2018 15:55 WIB
Foto: Achmad Dwi Afriyadi
Jakarta - Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Danang Girindrawardana mengomentari soal kebijakan dari kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis premium sempat mencuat sebelum ditunda sampai batas waktu yang belum ditentukan. Ia menjelaskan, daripada pemerintah sibuk untuk menyesuaikan harga premium, lebih baik pemerintah fokus untuk mengoptimalkan realisasi B20.

"Nah pemerintah semestinya mempercepat penyelesaian program B20, daripada ngotak-atik harga premium dan solar saat ini. Mending B20 dipercepat misalnya B20 sebulan selesai, itu akan jauh lebih bermanfaat," jelasnya kepada detikFinance, Kamis (11/10/2018).

Ia menjelaskan, jika pemerintah akhirnya menaikkan harga Premium, pihaknya bisa mengantisipasi kenaikan sampai di nilai Rp 500-600.

"Kalau Premium dengan kenaikan misalnya sekitar Rp 500 sampai Rp 600 kan itu nggak terlalu tinggi ya, kan masih di bawah 10%," jelasnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Sebagai informasi sebelumnya, pemerintah menerapkan kebijakan soal penggunaan B20. Hal ini dilakukan karena Indonesia saat ini dalam kondisi darurat energi karena terus menurunnya produksi minyak mentah dan terus naiknya kebutuhan BBM masyarakat.

Akibatnya kebutuhan impor BBM terus meningkat. Berdasarkan data dari Kementerian ESDM, produksi BBM rata-ratadi setiap bulan hanya sebesar 778.505 barrels oil per day (BOPD). Sementara, kebutuhan BBM sudah mencapai sekitar 1.600 BOPD. Jadi, untuk memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri, Pertamina harus mengimpor lebih dari 800.000 BOPD. Jika harga ICP (minyak mentah) rata-rata per bulan 67,42 dolar AS/barel, maka dibutuhkan anggaran sekitar 1.620.000.000 dolar AS per bulan atau minimal Rp 24 triliun per bulan.

Besarnya devisa untuk impor BBM terus bertambah sejalan dengan jatuhnya nilai rupiah telah membuat pusing Menteri Keuangan. Sehingga, Presiden Joko Widodo mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 66 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres No. 61 Tahun 2015 tentang Perhimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit.

Perpres tersebut kemudian dilengkapi dengan Permen ESDM No. 41 Tahun 2018 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (BBN) Jenis Biodiesel dalam Kerangka Pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).


Selain itu sudah ada juga Permen ESDM No. 12 Tahun 2015 tentang Perubahan Ketiga Atas Permen ESDM No. 32 tahun 2008 tentang Penyediaan, Pemanfaatan, dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (biofuel) Sebagai Bahan Bakar Lain. Dari beberapa dasar hukum tersebut di atas, penggunaan biofuel untuk bahan bakar diesel sudah sah.

Sementara, kebijakan penggunaan BBN sudah dimulai pada 2006 dengan B2,5 - B7,5 hingga 2013. Lalu, pada 2014 mulai dengan B10 dan lanjut dengan B15 pada 2015. Yang menarik, ternyata B20 sudah mulai digunakan pada Januari 2016.




Tonton juga '95% SPBU Pertamina Sudah Salurkan B20':

[Gambas:Video 20detik]

(dna/dna)

Hide Ads