Fahri menyebut, Inalum tak pernah menjelaskan soal hal itu kepada DPR.
"Kita menuntut agar ada audit segera dari KPK, untuk memberikan rasa tenang kepada masyarakat Indonesia dan khususnya Papua tentang transaksi apa yang sedang terjadi. Karena di belakang Inalum ada yang tidak pernah dijelaskan ke DPR," ungkap Fahri di acara Diskusi "Divestasi Freeport: Indonesia Untung Atau Buntung?" di Hotel Gren Alea, Jakarta, Rabu (16/1/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Fahri pun mengaku kaget dengan keberhasilan Inalum mengakuisisi Freeport. Apalagi kalau melihat Inalum yang merupakan BUMN kecil menurutnya.
"Tahu-tahu BUMN yang baru diakuisisi Pak SBY dipakai seolah-olah kaya punya uang, gagah-gagahan. Inalum BUMN kecil, entah nggak tau disuntik apa, tau-tau bisa nampak raksasa dan akusisi PT Freeport McMoran," kata Fahri.
Fahri mengatakan bahwa akuisisi Freeport ini bagaikan permainan antar pemilik saja. Menurutnya pembiayaan ini seperti sistem rentenir.
"Dugaan saya permainan antar pemilik saja. Ini seperti rentenir kasih pinjam uang untuk beli barangnya rentenir, kalau mau jelas serahkan saja dokumen ke DPR, di Komisi VII nggak berani argumen itu Inalum," kata Fahri.
Sebelumnya diberitakan, Direktur Keuangan PT Inalum Orias Petrus Moedak mengatakan, alam mendapatkan dana IInalum menerbitkan obligasi. Melalui penerbitan obligasi itu, Inalum bisa mengakuisisi saham PTFI tanpa jaminan alias 'modal dengkul'. Inalum menerbitkan surat utang dengan empat tenor yakni US$ 1 miliar tenor hingga 2021, US$ 1,25 miliar tenor hingga 2023, US$ 1 miliar dengan tenor hingga 2028, dan US$ 750 juta dengan tenor hingga 2048. Rata-rata kupon obligasi ini sebesar 5,9991%.
"Saya rasa Freeport pun nggak percaya bahwa kita bakal dapat pendanaannya. Sekarang seluruh dunia percaya kita, terus kenapa orang kita nggak percaya. Dan jangan takut bahwa ini nggak bisa bayar. Lho yang nggak bisa bayar siapa. Seluruh dunia percaya kita bisa bayar, kenapa kita minder," ujar Orias kepada detikFinance di kantor Inalum, Jakarta, Kamis (27/12/2018)..