Skema gross split sendiri ialah skema di mana perhitungan bagi hasil pengelolaan wilayah kerja migas antara pemerintah dan kontraktor diperhitungkan di muka. Dengan skema ini, biaya operasi ditanggung kontraktor.
Berbeda dengan skema sebelumnya yakni skema cost recovery, di mana biaya operasi ditanggung pemerintah.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar menerangkan, di tahun 2015 blok-blok eksplorasi yang ditawarkan ke kontraktor tidak ada yang laku. Hal itu berlaku juga di tahun 2016.
"Sewaktu menawarkan blok migas kita, 2015 kita tawarkan blok eksplorasi nggak ada yang laku. Tahun 2016 juga nggak ada yang laku. Kemudian kita mulai berdebat," katanya dalam acara Seminar Energi 2018 yang digelar Ikatan Alumni ITB Teknik Geologi di Jakarta, Selasa (19/2/2019).
Kemudian, pemerintah merumuskan kebijakan gross split. Arcandra mengatakan, dari 10 blok eksplorasi yang ditawarkan di tahun 2017, sebanyak 5 di antaranya laku dengan menggunakan skema gross split.
Begitu juga dengan di 2018, dari blok eksplorasi yang ditawarkan, 9 blok sudah laku.
"Total blok eksplorasi yang sudah gross split 14 sampai minggu ini," tambahnya.
Arcandra menepis skema ini hanya diminta kontraktor kecil. Sebutnya, salah satu perusahaan yang memakai skema ini ialah Repsol.
"Siapa lagi yang berminat, di situ ada Repsol. Siapa yang percaya Repsol company kecil?" ujarnya.
Dia juga menepis kontraktor minat skema grossplit karena harga minyak sedang naik. Menurutnya, investor migas akan menanamkan modal jangka panjang.
"Apakah keputusan investasi hanya karena oil price naik sesaat, saya pikir nggak begitu," tutupnya.
Saksikan juga video 'Ini Alasan Wamen ESDM Terapkan Gross Split daripada Cost Recovery':
(dna/dna)