Menteri ESDM Ignasius Jonan mengatakan, mulai saat ini dan ke depannya pembangunan pembangkit listrik EBT tidak perlu menunggu Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL). Badan usaha bisa langsung inisiatif membangun pembangkit listrik EBT.
"Dalam keputusan pemerintah juga disebutkan, mulai sekarang dan ke depan, tambahan pembangkit listrik renewable EBT itu tidak memerlukan lagi perencanaan di RUPTL. Jadi bisa langsung, inisiatif langsung, sebesar apapun tergantung kebutuhan dan sistem jaringan setempat," katanya di Kementerian ESDM, Jakarta Pusat, Rabu (20/2/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Maksudnya, kata Jonan, setelah membangunan baru pembangkit tersebut dimasukkan ke RUPTL di tahun depannya. Sehingga, bisa mempercepat pembangunan pembangkit listrik EBT.
"Ini pengajuannya bagaimana ya diajukan ke PLN, sama aja, cuma memang tidak dicantumkan di RUPTL. Nantinya kalau PLN setuju, akan dicantumkan RUPTL mungkin di tahun depannya. Tapi ini kan bisa hemat setahun," ujarnya.
Jonan mengatakan, selain mendorong EBT, pemerintah juga mendorong pembangkit listrik tenaga gas (PLTG). Langkah ini sebagai upaya mengurangi polusi udara.
"Kedua, juga karena kita mendorong penggunaan gas lebih besar untuk dalam negeri, makanya ke depan mulai sekarang pembangunan pembangkit listrik tenaga gas, PLTG, PLTGU atau PLTMG itu yang kapasitas sampai dengan 10 MW itu tidak dimasukkan di perencanaan RUPTL. Jadi bisa sewaktu-waktu kalau dibutuhkan," paparnya.
Sebagai tambahan, dalam RUPTL 2019-2028, setelah 2025 bauran energi menjadi pembangkit listrik dari batubara 54,6%, energi baru terbarukan (EBT) 23%, gas 22%, dan bahan bakar minyak (BBM) 0,4%.
"Sekarang kan (BBM) kira-kira 4-5%. Ini 2025 targetnya 0,4%," tutup Jonan. (ara/ara)











































