PLTU Riau-1 tak bisa dipisahkan dari perusahaan multinasional BlackGold Natural Resources Limited atau BlackGold.
detikFinance pernah mengulas mengenai kaitan BlackGold dengan PLN dari laman BlackGold. Seperti ditulis (28/5/2019), BlackGold bersama konsorsium menerima letter of intent (LoI) untuk perjanjian jual beli listrik (power purchase agreement/PPA) yang diumumkan pada awal tahun 2018 untuk proyek PLTU Riau-1.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Konsorsium tersebut terdiri dari BlackGold, PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB), PT PLN Batu Bara (PLN BB) dan China Huadian Engineering Co Ltd (CHEC).
Konsorsium dibentuk untuk mengembangkan, membangun, mengoperasikan, dan memelihara pembangkit listrik tenaga batu bara mulut tambang dengan kapasitas 2x300 MW.
Berdasarkan LoI, konsorsium akan mulai PPA definitif dengan PLN setelah memenuhi persyaratan dalam LoI. Setelah menerima LoI, konsorsium akan membentuk perusahaan patungan untuk proyek Riau-1 guna menyelesaikan perjanjian offtake tetap jangka panjang dengan anak perusahaan BlackGold, PT Samantaka Batu Bara untuk memasok batu bara ke proyek Riau-1.
Dalam berita detikFinance sebelumnya, Sofyan Basir pernah menjelaskan nilai dari proyek tersebut sebesar US$ 900 juta. Proyek pembangkit mulut tambang tersebut digarap lewat anak usahanya bersama konsorsium.
"Memang terlihat besar proyek PLTU, bisa sampai Rp 20 triliun sampai Rp 50 triliun, kalau bangun tol bisa 1.000 km. Tapi kalian harus tahu bagaimana teknologi yang dipakai untuk membangun PLTU," sebutnya di Kantor Pusat PLN, Jakarta, 16 Juli 2018 lalu.
Proyek PLTU Riau-1 menjadi bagian dari mega proyek 35.000 MW. Bila lancar, proyek ini ditargetkan rampung dalam waktu 4-5 tahun. Proyek ini ditargetkan beroperasi atau Commercial Operation Date (COD) pada 2023.
Dia menjelaskan proyek tersebut sejauh ini memang belum berjalan. Proyek tersebut baru sebatas penandatanganan LoI.
"Mohon maaf proyek ini sampai sekarang belum putus, masih dari batas pelaksanaan mulut tambang," jelasnya. (hns/hns)