5 Menteri Jokowi Belum Satu Suara, Pembahasan RUU Minerba Ditunda

5 Menteri Jokowi Belum Satu Suara, Pembahasan RUU Minerba Ditunda

Eduardo Simorangkir - detikFinance
Jumat, 27 Sep 2019 13:52 WIB
Ilustrasi pertambangan/Foto: Eduardo Simorangkir
Jakarta - Rapat kerja Komisi VII DPR bersama 5 menteri membahas daftar inventaris masalah (DIM) revisi undang-undang (UU) Mineral dan Batu Bara (Minerba) hari ini dibatalkan. Kelima menteri yang sebelumnya dijadwalkan hadir adalah Menteri ESDM, Menteri Perindustrian, Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Hukum dan HAM.

Ketua Komisi VII DPR RI, Gus Irawan Pasaribu mengatakan pembatalan raker ini menyusul arahan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menunda pembahasan RUU ini yang disampaikan melalui surat yang dikirim oleh Kementerian ESDM.

"Ada surat dari Kemen ESDM untuk minta penundaan sesuai arahan Presiden," kata Gus kepada detikcom, Jumat (27/9/2019).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain arahan dari Presiden untuk menunda pembahasan, Gus bilang DIM yang sudah diserahkan oleh Kementerian ESDM pada Rabu (25/9) malam kemarin ke DPR belum disepakati 5 menteri.

"Memang belum seluruh DIM disepakati semua Menteri yang ditugaskan presiden," katanya.


Komisi VII DPR sendiri telah menyerahkan draf RUU yang merupakan inisiatif DPR itu untuk dibahas pemerintah sejak April 2018 lalu. Rabu (25/9) malam kemarin, DPR telah menerima 938 DIM dari lima kementerian terkait, namun ternyata masih ada yang belum disepakati.

"Khususnya terkait hilirasasi dan yang lainnya. Draft dan NA (naskah akademik) sudah kami sampaikan ke pemerintah April 2018 yang lalu, tapi faktanya hingga kini setelah 1,5 tahun pemerintahnya belum sepakat bulat," kata Gus.

Dengan batalnya raker pada pukul satu siang ini, maka raker terkait Pengambilan Keputusan Tingkat I terhadap RUU tentang Minerba yang dijadwalkan pada pukul tujuh malam ini juga batal. Belum diketahui kapan pembahasan DIM RUU Minerba akan dilanjutkan.

RUU Minerba merupakan salah satu RUU yang diminta oleh para mahasiswa untuk dibatalkan. RUU ini menjadi kontroversi lantaran dinilai terlalu pro pada korporasi.




(eds/hns)

Hide Ads