Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto mengatakan, cara yang ditempuh pertama ialah menjaga penurunan produksi sebanyak 20% secara natural. Caranya, dengan mendorong berjalannya proyek berjalan tepat waktu.
Dia pun mencontohkan proyek kilang gas alam cair Tangguh 3 yang molor sampai setahun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Strategi kedua ialah mempercepat produksi di mana di dalamnya juga mengoptimalkan proses perizinan.
"Khususnya potensi Pertamina dan wilayah kerja lain, bagaimana mengupayakan dan standar proses perizinan yang dilakukan Kementerian sudah sangat optimum dan kami SKK mendorong dan identifikasi potensi itu dan diskusi operator wilayah itu," terangnya.
Ketiga, SKK mendorong pemanfaatan teknologi enhanced oil recovery (EOR) yakni metode yang digunakan untuk mengangkat cadangan minyak pada suatu sumur yang selama ini tidak diproduksi. Dengan EOR dan berbagai strategi lainnya diharapkan produksi minyak tembus 1 juta barel per hari di 2030.
"Ketiga pemanfaatan EOR. Kami terus mendorong upaya implementasi EOR, gambarannya 2020 yang speed up sudah harus berpengaruh percepatan menambahkan. Kalau decline sudah kita hindari, perkecil. Dan kami harap memang sudah sama saling tahu bahwa di 2023. Bahwa target 1 juta 2030-2033 kita bisa ke sana. Jadi EOR bisa pengaruh 2023," ungkapnya.
Kemudian ialah mendorong eksplorasi itu sendiri. Dwi mengatakan, dengan skema yang ada saat ini sudah ada US$ 2,4 miliar dana tersedia untuk pengembangan cadangan.
"Terakhir adalah eksplorasi. Itu kami punya harapan, karena sekarang ada komitmen cadangan pengembangan US$ 2,4 miliar yang di-spend untuk pengembangan dan saya kira ini sudah di atas Rp 30 triliun untuk mengaktifkan kegiatan eksplorasi ke depan," tutupnya.
(eds/eds)











































