Dirjen Ketenagalistrikan Rida Mulyana didampingi oleh para direkturnya memaparkan, mulai dari program kelistrikan 35.000 megawatt (MW), investasi ketenagalistrikan, rasio elektrifikasi, dan konsumsi listrik.
"(Program) 35.000 MW itu bukan hanya pembangkit tapi juga transmisi dan lain-lain," kata Rida di kantornya, Jakarta Selatan, Kamis (24/10/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Subsidi itu dibutuhkan untuk membantu masyarakat yang masih lemah daya belinya. Kita harap semua mampu sehingga subsidi turun," jelasnya.
Dalam paparan, dia mengatakan bahwa tanpa subsidi masyarakat kurang mampu tidak akan bisa memenuhi kebutuhan listrik.
"Subsidi dibutuhkan untuk membantu masyarakat agar bisa mencapai harga keekonomian energi. Sebab kalau nggak dibantu mereka nggak bisa memenuhi itu," tambahnya.
Update 35.000MW
Sementara itu menurut data Kementerian ESDM soal program kelistrikan 35.000 megawatt (MW), yang telah beroperasi atau commercial operation date (COD) 3.860 MW atau 11% hingga triwulan ketiga 2019.
"Ini 35 GW (35.000 MW ini posisi sekarang yang sudah COD (Commercial Operation Date/COD) adalah 3.860 MW," kata Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan Jisman Hutajulu.
Hingga September 2019, pembangkit yang masuk tahap konstruksi mencapai 23.165 atau 66,18%. Sisanya yang sudah mencapai kesepakatan perjanjian jual beli tenaga listrik (PPA) tapi belum konstruksi adalah 6.923 MW.
Berikutnya yang dalam tahap pengadaan adalah sebesar 829 MW dan yang dalam tahap perencanaan adalah 734 MW.
Sebagai informasi, Proyek yang digagas Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengebut rasio elektrifikasi dan menghindari krisis listrik itu terpaksa molor hingga 2028. Salah satu penyebabnya adalah ekonomi RI yang melambat sejalan ekonomi dunia sehingga pengerjaan mega proyek itu pun terhambat.
Sebelumnya, Jisman pernah menjelaskan pertumbuhan konsumsi listrik tidak setinggi proyeksi awal. Sehingga, hal tersebut berdampak pada penyelesaian beberapa pembangkit yang harus diundur.
"Ada pergeseran dan sebagian COD (commercial operation date) 35.000 MW itu bisa di 2028. Disesuaikan dengan pertumbuhan sistem setempat," tuturnya saat dijumpai di Ditjen Ketenagalistrikan, Selasa (3/7/2019).
(toy/hns)