Kenaikan penjualan ini ditopang oleh kenaikan produksi batu bara menjadi 21,6 juta ton atau naik 9,6% dari periode yang sama di tahun sebelumnya, serta kapasitas angkutan batu bara yang mengalami kenaikan menjadi 17,8 juta ton atau naik 4,7% dari periode Januari hingga September 2018.
Kenaikan penjualan juga tak lepas dari penjualan ke beberapa negara seperti India, Hong Kong, Filipina dan sejumlah negara Asia lain, serta menyasar pasar ekspor baru seperti ke Jepang dan Korea Selatan. Tak hanya mendorong penjualan ekspor ke negara-negara Asia, perseroan juga menerapkan penjualan ekspor batu bara medium to high calorie ke premium market.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Perseroan mencatatkan pendapatan usaha sebesar Rp 16,3 T, yang terdiri dari pendapatan penjualan batu bara domestik sebesar 56%, penjualan batu bara ekspor sebesar 42% dan aktivitas lainnya sebesar 2% yang terdiri dari penjualan listrik, briket, minyak sawit mentah, jasa kesehatan rumah sakit dan jasa sewa," ujar Suherman dalam keterangan tertulis, Senin (28/10/2019)
Pendapatan usaha ini dipengaruhi oleh harga jual rata-rata batu bara yang turun sebesar 7,8% menjadi Rp 775.675/ton dari Rp 841.655/ton di periode sampai degan September 2019 dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan tersebut disebabkan oleh pelemahan harga batu bara indeks Newcastle (GAR 6322 kkal/kg) sebesar 25% menjadi rata-rata sampai dengan September 2019 sebesar US$ 81,3 per ton dari US$ 108,3 per ton pada periode yang sama tahun lalu.
Demikian juga indeks harga batu bara thermal Indonesia (Indonesian Coal Index/ ICI) GAR 5000 yang melemah sebesar 21% menjadi rata-rata sampai dengan September 2019 sebesar US$ 50,8 per ton dari US$ 64,5 per ton pada periode yang sama tahun lalu.
Beban pokok penjualan juga tercatat sebesar Rp 10,5 T atau mengalami kenaikan sebesar 13%. Dengan komposisi dan kenaikan terbesar terjadi pada biaya angkutan kereta api seiring dengan peningkatan volume batu bara dan kenaikan biaya jasa penambangan seiring dengan peningkatan produksi dan peningkatan rata-rata stripping ratio sampai dengan September 2019 sebesar 4.6 bcm/ton dari 4.1 bcm/ton pada periode yang sama tahun lalu. Kenaikan stripping ratio ini disebabkan produksi batubara kalori tinggi ( > 6100kkal/kg GAR) sebanyak 1,9 juta ton sampai dengan September 2019.
Meskipun begitu, perseroan masih membukukan labar bersih sebesar Rp 3,1 triliun dengan EBITDA sebesar Rp 5 triliun. Sedangkan untuk aset perseroan per 30 September 2019 mencapai Rp 25,2 T dengan komposisi terbesar tetap sebesar 28% dan kas setara kas sebesar 17%.
Kas dan setara kas (di luar deposito dengan jangka waktu di atas 3 bulan) yang dimiliki perseroan saat ini sebesar Rp 4,2 triliun, turun 33% per 31 Desember 2018 sebesar Rp 6,30 triliun. Akan tetapi bila termasuk deposito di atas 3 bulan, maka total kas perseroan adalah sebesar Rp 7,1 triliun (naik 13% dari periode yang sama 2018). Suherman juga menjabarkan sasaran perseroan tahun 2019 dengan merencanakan produksi batu bara sebesar 27,3 ton atau naik 3% dari realisasi tahun sebelumnya.
"Perseroan merencanakan produksi batu bara sebesar 27,3 juta ton di 2019 atau naik 3% dari realisasi tahun sebelumnya sebesar 26,4 juta ton dan target angkutan pada 2019 menjadi 25,3 juta ton atau meningkat 12% dari realisasi angkutan kereta api FY2018 sebesar 22,7 juta ton," tuturnya.
Sedangkan untuk volume penjualan batu bara di 2019, perseroan menargetkan untuk meningkatkannya menjadi 28,4 juta ton, yang terdiri dari penjualan batu bara domestik sebesar 13,7 juta ton dan penjualan batu bara ekspor sebesar 14,7 juta ton atau secara total sebesar 28,4 juta ton, meningkat 15% dari realisasi penjualan batu bara FY2018 sebesar 24,7 juta ton.
Peningkatan target penjualan ini ditopang oleh rencana penjualan ekspor untuk batu bara medium to high calorie ke premium market sebesar 3,8 juta ton.
"Untuk mendukung optimasi pengangkutan batu bara, PTBA telah bekerjasama dengan PT Kereta Api Indonesia dan di tahun 2019 direncanakan akan menyelesaikan pengembangan proyek angkutan batu bara jalur kereta api Tanjung Enim - Kertapati dengan kapasitas 5 juta ton/tahun, beserta pengembangan fasilitas Dermaga Kertapati. Selain itu, untuk proyek angkutan kereta api arah Tanjung Enim - Tarahan (Tarahan First Line) direncanakan akan terselesaikan pada tahun 2019 dengan kapasitas 20,3 juta ton/tahun dan selanjutnya menjadi 25 juta ton/tahun pada tahun 2020," kata Suherman.
Sementara untuk tahun 2019, Perseroan menganggarkan investasi sebesar Rp 6,5 T yang terdiri dari Rp 1,0 T untuk investasi rutin dan Rp 5,5 T untuk investasi pengembangan.
Pengembangan itu sendiri, terdiri dari proyek gasifikasi/hilirisasi Tambang Peranap yang direncanakan akan mulai berproduksi pada tahun 2025 dengan konsumsi batu bara sebesar 8,7 juta ton/tahun dan Tambang Tanjung Enim dengan konsumsi batu bara mencapai 8,1 juta ton/tahun.
Melalui teknologi gasifikasi ini, akan merubah batu bara menjadi syngas sebagai feedstock untuk produksi urea dengan kapasitas 570 ribu ton per tahun, dimethyl ether (DME) dengan kapasitas 400 ribu ton per tahun, dan polypropylene dengan kapasitas 450 ribu ton per tahun.
Proyek ini direncanakan Commercial Operation Date (COD) pada 2025. Saat ini, proyek hilirisasi batu bara sedang memasuki tahap bankable feasibility study dan pembebasan lahan di suatu Kawasan Ekonomi Khusus Berbasis Batu Bara - Bukit Asam (Bukit Asam Coal Based Special Economic Zone).
Selain itu juga ada pengembangan 2 PLTU yaitu PLTU Mulut Tambang Sumsel 8 yang merupakan Independent Power Producer (IPP) dengan kapasitas 2x620 MW yang berada di Muara Enim, Sumsel.PT Huadian Bukit Asam Power ("HBAP") yang merupakan konsorsium antara PT Bukit Asam Tbk (45%) dengan China Huadian Hongkong Company Ltd (55%), membangun PLTU bernilai investasi sebesar USD 1,68 miliar ini dengan skema pembiayaan equity 25% dan debt 75%.
Ada juga pengembangan PLTU Feni Halmahera Timur berkapasitas 2X45 MW yang merupakan proyek sinergi BUMN Holding Pertambangan, yaitu antara PTBA (75%) dengan PT ANTAM Tbk (25%) yang sudah selesai dilakukan feasibility study yang kemudian akan dilanjuti Perjanjian Pembentukan JVC (Joint Venture Company PTBA-Antam) untuk segera membangun PLTU ini.
Pembangkit listrik ini ditujukan untuk menyediakan pasokan energi listrik bagi pabrik feronikel milik PT ANTAM Tbk yang berlokasi di Kabupaten Halmahera Timur, Provinsi Maluku Utara dengan perkiraan nilai total investasi sebesar USD 185 Juta dan mengonsumsi batu bara sebesar 0,65 juta ton/tahun.
Selanjutnya adalah untuk optimalisasi pengangkutan batu bara, PTBA bekerjasama dengan PT Kereta Api Indonesia mengembangkan proyek angkutan batu bara jalur kereta api dengan kapasitas 60 juta ton/tahun pada tahun 2024, termasuk jalur baru yang terdiri dari: Tanjung Enim-Arah Utara dengan kapasitas angkut 10 juta ton/tahun, beserta fasilitas dermaga baru Perajin yang direncanakan akan beroperasi pada tahun 2024.
Tanjung Enim-Arah Selatan dengan pengembangan kapasitas jalur existing menjadi 25 juta ton/tahun pada tahun 2020 pada jalur Tarahan I dan Tarahan-II, dengan kapasitas angkut 20 juta ton/tahun dan direncanakan akan beroperasi pada tahun 2024.
Terdapat juga Pengembangan Dermaga Kertapati direncanakan siap beroperasi dengan kapasitas mencapai 5 juta ton/tahun pada tahun ini.
(prf/hns)