Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), M. Fanshurullah Asa mengatakan dengan kehadiran pipa ruas transmisi sepanjang 255 km ruas Cirebon-Semarang akan mendukung pertumbuhan ekonomi. Pipa tersebut akan menyalurkan kebutuhan gas dalam negeri, di mana akan tumbuh kawasan industri baru yang menggunakan gas, hingga jaringan gas untuk rumah tangga (jargas).
"Jaringan gas rumah tangga akan dibangun sepanjang pipa ini. Kita akan mengganti LPG yang selama ini diimpor 60%, yang menggunakan subsidi dari APBN hampir Rp 60 triliun. Kita ganti dengan jargas, yang BPH Migas tetapkan harganya itu pasti di bawah LPG 3 kg. Tidak impor, tidak menggunakan subsidi," ujar Ifan, sapaan akrabnya, dalam acara Groundbreaking Proyek Pembangunan Transmisi Gas Ruas Cirebon-Semarang di Rest Area Tol KM 379A Ruas Tol Semarang-Batang, Jumat (7/2/2020).
"Terkait jargas ini, penggunaan gasnya sangat kecil tapi dampaknya luar biasa. Jadi sepanjang pipa ini, maka selain kawasan industri jaringan gas untuk rumah tangga, baik itu untuk rumah tangga satu setara LPG 3 kg, atau rumah tangga keekonomian yang setara LPG 12 kg, itu insyaallah bisa disalurkan semua dengan menggunakan jargas, tidak dengan LPG baik 3 kg maupun 12 kg," imbuhnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ifan pun menyinggung kondisi saat ini di mana, pemerintah masih memproduksi gas sebagai komoditi ekspor. Namun, mengutip pernyataan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, lanjut Ifan, pemerintah akan menghentikan ekspor gas ke Singapura pada 2023. Dengan begitu, cadangan gas tersebut bisa dialihkan untuk kebutuhan domestik yang semakin meningkat kebutuhannya.
"Selama ini, gas diekspor hanya sebagai komoditi dan tidak punya nilai tambah. Betul memiliki pemasukan ke negara, tapi kalau itu (gas) dibuat menjadi lompat dari komoditi dan membuat gas sebagai produksi maka bisa menggerakkan ekonomi di Indonesia. Nilai tambahnya yang akan luar biasa," jelasnya.
Selain itu, lanjut Ifan, saat ini harga gas yang sedang diupayakan ditekan menuju US$ 6 per MMBTU akan membuat gairah kalangan industri untuk membuat permintaan gas dengan mendirikan kawasan industri baru.
"Dengan Perpres 40 Tahun 2016, yang meminta menuju US$ 6 per MMBTU, ini akan membuat lebih semangat kalangan industri untuk membuat kawasan industri di sepanjang pipa tadi. Jadi kalau dari sisi demand, ini yang kita meminta, misalnya Kementerian Perindustrian untuk membuat kawasan industri baik di Jawa Barat maupun di Jawa Tengah. Jadi ini semua yang akan menyerap untuk kepentingan gas yang bisa disalurkan dalam negeri," jelasnya.
Sementara itu, Direktur Utama PT Rekayasa Industri Yanuar Budinorman mengatakan pipa gas ruas transmisi Cirebon-Semarang memang merupakan proyek yang sudah lama ditunggu-tunggu. Ia berharap agar pembangunan pipa ini berdampak positif di Jawa Tengah dan sekitarnya. Sehingga perekonomian masyarakat semakin meningkat.
"Kalau lihat dari pipanya yang tersambung Semarang-Cirebon, sehingga kita harapkan tingkatkan perekonomian. Harga tenaga kerja masih sangat kompetitif, sehingga dengan adanya pabrik di sini kan tingkatkan perekonomian. Dan pemakaian gas akan semakin meningkat," terangnya.
Dalam groundbreaking tersebut, hadir pula Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Habib Luthfi bin Yahya (Ulama), Tenaga Ahli Utama Kedeputian I Kantor Staf Presiden Yusuf didi setiarto, Gubernur Jawa Tengah yang Diwakili PLH Sekda Heru Setyadi, perwakilan Bupati/Walikota sepanjang Cirebon-Semarang dan Kepala BPH Migas Periode 2003-2007 dan 2007-2011 Tubagus Haryono yang melelang proyek pipa Cirebon-Semarang 2006 silam.
(akn/prf)