Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI hari ini menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas). Dalam RDP ini, Anggota Komisi VII dari Fraksi Demokrat Muhamad Nasir menilai ada kelalaian BPH Migas untuk mengawasi kebocoran BBM bersubdisi.
Nasir bercerita, di wilayah Riau ada kelebihan kuota BBM sebesar 25%. Tapi, ia mendapat laporan dari masyarakat justru BBM menjadi barang yang langka. Sehingga ia mempertanyakan kemana larinya BBM tersebut.
"Gimana cara (BPH Migas) menuntaskan kebocoran? Sekarang di Riau itu ada kelebihan kuota BBM sebesar 25%. Nah kemana itu? masyarakat bilang nggak ada, barangnya susah," kata Nasir di Komisi VII DPR RI, Jakarta, Rabu (12/2/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Nasir, laporan BPH Migas terkait penyaluran BBM bersubsidi tidak jelas. Atas dasar itu, ia sempat menyarankan agar keberadaan BPH Migas dibubarkan.
"Banyaknya BBM yang dibawa oleh kapal perairan-perairan datanya mana? Ini kan tugas Anda untuk mengawasi BBM, ini kemana? Jadi saya pengin tugas BPH Migas jelas. Apa ini SPBU bodong saya nggak tahu. Saya pikir bubarkan saja BPH Migas karena nggak jelas. Saya minta hasil audit POM bensin, dimana kasus-kasus dilaporkan. BPH Migas nggak jelas ini laporannya," sebutnya.
Menanggapi hal itu, Kepala BPH Migas Fanshurullah Asa mengatakan akan menyiapkan data yang diminta Komisi VII. Dia bilang, data akan diberikan dalam kesempatan Focus Group Discussion (FGD) antara Komisi VII dengan BPH Migas ke depan.
"Siap. BPH akan membahas itu di FGD khusus masalah pengawasan," sebutnya.
Sebelumnya, pria yang akrab disapa Ifan itu mengatakan ada kelebihan kuota BBM Solar tahun 2019. Dari kuota yang ditetapkan APBN sebesar 14,5 juta kiloliter (KL), realisasi sebesar 16,2 juta KL. Dalam kata lain ada kelebihan kuota sebesar 1,6 juta KL.
(fdl/fdl)