Kuota BBM Subsidi Jebol 1,6 Juta KL, Ini Biang Keroknya

Kuota BBM Subsidi Jebol 1,6 Juta KL, Ini Biang Keroknya

Anisa Indraini - detikFinance
Rabu, 12 Feb 2020 17:14 WIB
Ilustrasi subsidi BBM
Foto: Agung Pambudhy
Jakarta -

Realisasi penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi mengalami over kuota alias jebol 1,6 juta Kiloliter (KL). Dari kuota yang ditetapkan APBN sebesar 14,5 juta KL, realisasi tahun 2019 sebesar 16,2 juta KL. Kok bisa?

Menanggapi hal tersebut Kepala BPH Migas Fanshurullah Asa mengatakan, hal itu terjadi karena Peraturan Presiden (Perpres) No. 191 tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak. Selama Perpres itu belum direvisi, maka ada potensi BBM subsidi akan terus over kuota.

"BPH Migas sudah mengusulkan beberapa kali perlu merevisi Perpres No. 191 tahun 2014, lampirannya. Ada catatan kami ini yang potensi menyebabkan salah satunya over kuota 2019 sampai 1,6 juta KL," kata pria yang akrab disapa Ifan, di Komisi VII DPR RI, Jakarta, Rabu (12/2/2020)

Selain itu, Ifan bilang, banyak kereta api barang yang menggunakan BBM bersubsidi. Padahal, kereta tersebut mengangkut barang untuk kebutuhan ekspor dari perusahaan asing.

"Kami mendapatkan ini ternyata kereta api mengangkut barang untuk ekspor, baik itu batu bara maupun perusahaan asing yang mengangkut kertas. Adil nggak kira-kira pakai BBM subsidi? Padahal tujuan BBM subsidi untuk orang yang tidak mampu, tapi ini ada dalam Perpres," sebutnya

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain itu, menurut Ifan, cara efektif yang paling ampuh untuk mengatasi penyimpangan BBM subsidi adalah dengan menggunakan IT atau digitalisasi nozzle. Hal ini sangat diperlukan guna menekan masalah over kuota BBM bersubsidi. Pasalnya, digitalisasi nozzle bisa membuat penyaluran BBM bersubsidi lebih tepat sasaran.

Penggunaan pencatatan elektronik dalam penyediaan dan pendistribusian BBM ini telah diatur dalam Peraturan BPH Migas Nomor 06 Tahun 2013 tentang Penggunaan Teknologi Informasi dalam Penyaluran Bahan Bakar Minyak. Penyiapan teknologi terpadu ini juga tertuang dalam Surat Keputusan Kepala BPH Migas No. 38/P3JBT/BPH Migas/Kom/2017 tanggal 19 Desember 2017 tentang Penugasan Badan Usaha untuk melaksanakan penyediaan dan Pendistribusian JBT Tahun 2018 sampai dengan tahun 2022 kepada PT. Pertamina (Persero).

Melalui Surat Menteri ESDM No. 2548/10/MEM.S/2018 tanggal 22 Maret 2018, Menteri ESDM meminta Menteri BUMN agar mengintruksikan kepada PT. Pertamina (Persero) untuk segera melaksanakan pencatatan penjualan JBT sesuai ketentuan Perpres Nomor 191 melalui pencatatan elektronik/digitalisasi nozzle.

"Menteri ESDM, dirut Pertamina, Dirut Telkom, sudah komit Juni 2020 IT nozzle yang mencatat cctv, mencatat nomor polisi itu sudah berjalan, jadi tunggu," ujar Ifan di Komisi VII DPR RI, Rabu (12/2/2020).

Digitalisasi nozzle sesuai target akan dipasang di 5.518 SPBU di seluruh Indonesia. Hingga 10 Februari 2020, telah terpasang Automatic Tank Gauge (ATG) di 4.062 SPBU dan yang sudah terpasang Electronic Data Capture di 2.919 SPBU. Dari jumlah tersebut sebanyak 1.138 SPBU dapat mencatat nomor polisi secara manual menggunakan EDC.

PT Pertamina dan PT Telkom telah berkomitmen untuk menyelesaikan digitalisasi nozzle di 5.518 SPBU hingga akhir Juni 2020. Berdasarkan laporan hasil evaluasi Pertamina, data transaksi Biosolar JBT pada periode 1-31 Januari 2020 terdapat 11.942 transaksi tidak wajar dengan volume pembelian di atas 200 liter per transaksi yang terjadi pada pukul 00.00 s.d 23.59 waktu setempat.

"Kalau ini terjadi IT nozzle berjalan, revisi konsumen pengguna berjalan, mudah-mudahan potensi jebolnya yang 2019 1,6 juta kilo liter, ditahun 2020 ini bisa dikurangi atau tidak sama sekali," tutur Ifan.

Berdasarkan Nota Keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020, kuota penyaluran sebanyak 15,87 juta kl terbagi atas minyak solar 15,31 juta kl dan minyak tanah sebesar 0,56 juta kl. Adapun kuota JBT mengalami kenaikan sebesar 5,03 % dari kuota BBM 2019 sebanyak 15,11 juta.




(fdl/fdl)

Hide Ads