Proyek 35.000 megawatt (MW) bakal meningkatkan kebutuhan batu bara. Sebab, pembangkit dalam proyek tersebut sebagian menggunakan batu bara.
Untuk mengatasi kebutuhan tersebut, PLN mengambil sebagian kepemilikan tambang batu bara.
"Program 35.000 MW yang sebagian berbasis bahan bakar batu bara akan meningkatkan kebutuhan batu bara PLTU Indonesia setiap tahun. Masa produksi pembangkit listriknya khusunya PLTU adalah 30-40 tahun sehingga perlu dipastikan ketersediaan batu bara selama PLTU tersebut operasi," jelas Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini dalam rapat dengan Komisi VII DPR RI, Jakarta, Selasa (25/8/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Salah satunya dengan cara memiliki tambang persentase tertentu sesuai spesifikasi yang dibutuhkan untuk memastikan ketersediaan batu bara dengan harga terjangkau dan jumlah memadai serta kontinuitas terjaga," sambungnya.
Dalam paparannya, Zulkifli mengatakan, ada sejumlah langkah yang diterapkan PLN. Sebutnya, pertama, program akuisisi tambang batu bara PLTU Mulut Tambang.
Lebih rinci dia menyebut, PLTU MT Jambi-1 (2x300 MW) sebagian saham tambang dimiliki PLN Group dan saat ini telah berproduksi 2,3 juta MT. Lalu, PLTU Kalselteng-3 (2x100MW) sebagian saham tambang dimiliki PLN Group dan saat ini dalam tahap pembebasan dan sertifikasi lahan.
Kedua, program akuisisi tambang berikut infrastruktur pendukung untuk security of supply dan efisiensi biaya penyediaan batu bara. Rincinya, di Sumatera Selatan sebagian saham tambang dimiliki PLN Group dan saat ini telah produksi sebesar 700 ribu MT. Lalu, PLTU Meulaboh 3-4 (2x200) saat ini dalam tahap kajian oleh pihak independen untuk valuasi tambang.
Ketiga, program kerja sama tambang untuk pemanfaatan batu bara lokal yang dekat dengan PLTU Nagan Raya 1-2. Saat ini dalam tahap kajian oleh pihak ahli.
(acd/ara)