Heboh Aksi Anggota DPR Gebrak Meja Hingga Keputusan Pahit Buat Freeport

Heboh Aksi Anggota DPR Gebrak Meja Hingga Keputusan Pahit Buat Freeport

Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Jumat, 28 Agu 2020 07:00 WIB
Marthen DOuw
Foto: TV Parlemen
Jakarta -

Rapat Komisi VII DPR dengan Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Ridwan Djamaluddin dan PT Freeport Indonesia yang digelar kemarin berlangsung panas. Rapat ini diwarnai dengan aksi gebrak meja salah seorang anggota dari Fraksi PKB Marthen Douw.

Awal mula aksi gebrak meja ini bermula dari Wakil Presiden Direktur PT Freeport Indonesia (PTFI) Jenpino Ngabdi saat memberikan paparan terkait progres pembangunan smelter. Jenpino mewakili Presiden Direktur PTFI Tony Wenas yang tak sempat hadir.

Dalam paparannya, Jenpino mengatakan progres pembangunan smelter di bawah target karena pandemi Corona. Ia juga meminta agar pembangunan mundur dari target menjadi tahun 2024.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada rapat tersebut, pihak PTFI rupanya belum memberikan bahan paparan kepada anggota sehingga sempat diingatkan oleh pimpinan rapat Wakil Ketua Komisi VII Eddy Soeparno.

"Sedianya dalam setiap RDP yang undangannya sudah kita kirimkan dan terima secara resmi bahan presentasi sudah tiba kami 3 hari sebelum pelaksanaan RDP. Jadi ini mohon dijadikan perhatian serius ke depannya karena Freeport bukan pertama kali melakukan RDP dengan kita," katanya di Komisi VII DPR Jakarta, Kamis (26/8/2020).

ADVERTISEMENT

Setelah itu, Eddy memberi kesempatan kepada anggota lain untuk pendalaman. Beberapa anggota menyampaikan pandangan hingga Marthen mendapat giliran. Ia menekankan, rapat ini bukanlah untuk main-main. Ia juga meminta agar pemerintah daerah turut dihadirkan.

"Ini serius pak, kalau bisa masukan kepada pimpinan nanti sekalian pemerintah Papua hadirkan terus dari Freeport dan kami Komisi VII karena ini bukan hal main-main, kita serius lah. Kita bicara buang-buang waktu. Waktu berjalan terus," ungkapnya.

Aksi gebrak meja terjadi saat Marthen mendapat kesempatan bicara untuk kedua kalinya. Ia mengaku marah dan meminta agar pimpinan rapat menjadwalkan ulang rapat dengan holding tambang BUMN MIND ID dan PTFI.

"Ini ada satu perumpamaan misalnya rambutan di rumah saya terus dipanen tetangga saya marah tidak? Marah. Sama pula seperti Freeport dan Inalum ini pimpinan mohon jadwalkan, saya sakit, tolong betul hormat pimpinan jadwal ulang untuk hal ini," katanya.

Dirinya juga mengaku sedih melihat kondisi Papua. Sebab, angka kemiskinan di Papua yang paling tinggi. Nadanya pun kemudian meninggi hingga menggebrak meja. Sebagai wakil rakyat, dirinya mengaku sakit hati.

"Sakit saya DPR dewan perwakilan, wakilnya rakyat Papua, Indonesia, Indonesia Sabang sampai Merauke. Tapi sabar dulu mau yang lain, rumah saya belum aman baru saya keluar," ungkapnya.

lanjut ke halaman berikutnya

Jenpino Ngabdi menuturkan, COVID-19 membuat kontraktor belum bisa melakukan finalisasi terhadap biaya dan waktu untuk pembangunan smelter. Hal ini membuat realisasi pembangunan masih di bawah target.

"Dampak COVID ini berkontribusi pencapaian di bawah target dari pembangunan smelter ini karena kontrak EPC belum bisa difinalisasi oleh EPC kontraktor. Beberapa hal yang kritikal yaitu yang berkaitan dengan biaya dan juga waktu penyelesaian," paparnya.

"Vendor kami dan EPC kontraktor saat ini belum kita finalisasi karena mereka alami kendala-kendala dari pembatasan di negaranya sehingga menyulitkan mereka bekerja efektif," sambungnya.

Dia melanjutkan, para kontraktor tidak sanggup menyelesaikan jika smelter ditargetkan rampung tahun 2023. Maka itu, pihaknya meminta kelonggaran penyelesaian pembangunan smelter.

"Kami ingin memohon agar diberikan kelonggaran penyelesaian smelter ini hingga 2024," ungkapnya.

lanjut ke halaman berikutnya

Rapat tersebut menghasilkan enam kesimpulan di mana salah satunya ialah pemerintah tidak memberikan keringanan berupa penundaan pembangunan smelter kepada Freeport. Kesimpulan rapat dibacakan Wakil Ketua Komisi VII Eddy Soeparno.

Kesimpulan pertama, Komisi VII mengagendakan rapat dengar pendapat (RDP) dengan Direktur Utama MIND ID dan Direktur Utama PT Freeport Indonesia dengan menghadirkan pemerintah provinsi Papua yang waktu dan agendanya akan ditentukan kemudian.

Kedua, Komisi VII melalui Dirjen Minerba mendesak Menteri ESDM agar sebelum pengajuan RPP turunan UU Nomor 3 Tahun 2020 dilakukan pembahasan kementerian atau lembaga agar terlebih dahulu dipaparkan kepada Komisi VII.

Ketiga, Komisi VII mendesak Dirjen Minerba agar menyampaikan secara tertulis kepada Komisi VII perihal cadangan batu bara terbukti dengan komposisi kalori yang terperinci.

Keempat, Komisi VII mendesak Dirjen Minerba agar target pembangunan smelter pada tahun 2023 dapat dilaksanakan dengan sungguh-sungguh oleh pelaku usaha, untuk itu pemerintah tidak memberikan relaksasi berupa penundaan pembangunan smelter PT Freeport Indonesia.

Kelima, Komisi VII mendesak Dirjen Minerba dalam melakukan evaluasi evaluasi perpanjangan KK dan PKP2B masalah luas kewajiban reklamasi dan realisasi pembangunan smelter dikaitkan dengan progres pembangunan smelter, harus menjadi salah dasar dalam memberikan kepastian perpanjangan KK dan PKP2B.

Terakhir, Komisi VII meminta Dirjen Minerba untuk menyampaikan jawaban tertulis atas seluruh pertanyaan yang disampaikan anggota Komisi VII paling lambat 4 September 2020.



Simak Video "Video: Prabowo Resmikan Smelter Emas Milik PT Freeport di Gresik"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads