Dear Pemerintah, Yakin Mau Hapus Premium?

Dear Pemerintah, Yakin Mau Hapus Premium?

Vadhia Lidyana - detikFinance
Selasa, 01 Sep 2020 11:46 WIB
Warga membeli bbm subsidi jenis premium di SPBU Pertamina, Otista, Jakarta Timur, Jumat (15/11/2019). Pertamina berharap penyaluran BBM Bersubsidi tepat sasaran. Sebab yang terjadi di lapangan hingga kini BBM Bersubsidi masih banyak dikonsumsi oleh masyarakat yang secara ekonomi tergolong mampu.
Foto: Agung Pambudhy
Jakarta -

Pemerintah berencana untuk menghapus BBM dengan kandungan RON rendah, pasalnya jenis BBM ini dinilai tidak ramah lingkungan. Jenis BBM tersebut adalah Premium dengan RON 88 dan Pertalite dengan RON 90.

Merespons rencana itu, Head of Center of Food, Energy and Sustainable Development Institute for Developement of Economic and Finance (Indef) Abra G. Talattov sangat mendukung rencana penghapusan Premium. Namun, menurut Abra ada beberapa hal yang perlu dilakukan pemerintah sebelum menghapus Premium.

"Apakah masyarakat bisa menerima pengurangan pasokan Premium ke Pertamax, saya pikir perlu ada studi atau paling tidak kajian untuk melihat willingness to pay dari masyarakat. Keinginan masyarakat berganti, tetapi diberikan juga strategi untuk transisi," kata Abra kepada detikcom, Selasq (1/9/2020).

Ia mengatakan, pemerintah harus menciptakan strategi transisi misalnya dengan melakukan sosialisasi masif kepada masyarakat akan pentingnya BBM yang lebih ramah lingkungan.

"Perlu adanya campaign apa sih alasan kita untuk segera meninggalkan BBM premium dari sisi lingkungan? Jadi perlu ada edukasi dan sosialisasi masif. Karena kalau tidak dikhawatirkan nanti ada politisasi yang bisa memancing kemarahan masyarakat. Jadi nggak bisa ujug-ujug dicabut tanpa adanya sosialisasi yang memadai," papar Abra.



Senada dengan Abra, Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan juga mendukung penghapusan BBM tak ramah lingkungan.

Ia menuturkan, BBM dengan RON rendah pun dapat menurunkan performa mesin kendaraan.

"Premium juga dari sisi mesin bisa menyebabkan kurang optimal karena pembakaran mesin yang kurang bagus. Selain itu juga, dengan menggunakan RON yang lebih tinggi bisa lebih irit juga bahan bakar sehingga pengguna bisa lebih hemat," jelas Mamit ketika dihubungi detikcom secara terpisah.

Selain itu, penghapusan Premium juga dapat mengurangi beban produksi, karena biayanya justru lebih tinggi dari Pertamax.

"Biaya produksi ini juga yang jadi beban, kenapa? Karena Pertamina membeli produk dengan RON 92. Mereka harus melakukan blend kembali dengan menambahkan FAME untuk menurunkan menjadi RON 88. Jadi ada double handling di sini," kata Mamit.




(eds/eds)

Hide Ads