Ulasan Lengkap Kritik Ahok soal Borok Pertamina

Ulasan Lengkap Kritik Ahok soal Borok Pertamina

Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Senin, 21 Sep 2020 06:00 WIB
Jokowi dan Ahok di Kilang TPPI
Foto: Dok. Instagram @basukibtp
Jakarta -

Pernyataan-pernyataan Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama (BTP) atau Ahok mengungkap 'borok' perusahaan lewat sebuah video YouTube belum lama ini menarik perhatian banyak pihak. Bagaimana tidak, Ahok menyinggung pembubaran Kementerian BUMN, direksi hobi lobi menteri hingga masalah utang.

Tak lama setelah itu, Ahok dipanggil Menteri BUMN Erick Thohir. Pihak kementerian pun buka suara soal pertemuan itu dan menanggapi sejumlah kritik yang disampaikan Ahok.

Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menjelaskan, secara konten kritik yang disampaikan Ahok ialah hal yang bagus. Erick sendiri menerima kritikan itu sebagai masukan. Namun, Erick mengingatkan Ahok agar masalah tersebut diselesaikan secara internal.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kritikan beliau sih bagi Pak Erick itu masukan sama beliau mengenai internal Pertamina, cuma diingatkan Pak Erick supaya Pak Ahok kan komut. Sebagai komut dia pasti dia punya kewenangan di internal Pertamina. Jadi beliau diminta untuk menyelesaikan di internal karena beliau punya wewenangnya lah di sana, dan beliau pengawas di situ dan beliau juga punya hak untuk memanggil rapat semua direksi," jelas Arya dalam sebuah webinar, Minggu (20/9/2020).

Menurut Arya, jika ada yang salah, Ahok bisa melakukan pembenahan.

ADVERTISEMENT

"Kalau dia merasa ada yang tidak benar itu harus dibenarkan, kan komut salah satu tugasnya itu melakukan pembenahan. Jadi Pak Erick minta itu kepada Pak Ahok melakukan tranformasi di Pertamina," terangnya.

Meski begitu, Arya menepis jika Erick Thohir menegur Ahok. Menurut Arya, konten yang disampaikan Ahok sangat baik.

"Saya nggak ngomong menegur loh, memanggil aja, memanggil nanya, ini gimana, kontennya diterima, masukannya Pak Ahok bagus banget itu bagian transformasi di Pertamina. Bagaimana membuat transparan, bagaimana membuat rantai birokrasi di sana menjadi bagus, atau juga misalnya ada proyek-proyek yang belum dilaksanakan juga didorong itu kan tugas dari komut juga," terangnya.


Soal direksi hobi lobi menteri

Direksi hobi lobi menteri merupakan salah satu kritik Ahok. Merespons hal tersebut, Arya mengatakan, setiap keputusan strategis perusahaan harus berdasarkan persetujuan komisaris.

"Di sebuah perusahaan atau di BUMN itu kalau keputusan-keputusan strategis tidak akan bisa dilakukan tanpa persetujuan komisaris. Jadi mau lobi apapun ke menteri kalau di komisarisnya nggak setuju, untuk strategis nggak bisa," katanya.

"Ini kan korporasi itu, korporasi kan punya mekanisme-mekanisme sendiri di sana, memang dia punya hukum-hukum korporasi sendiri," sambung Arya.

Lantas, apakah pernyataan Ahok tak tepat? Arya hanya menuturkan, Ahok sendiri tak menyebutkan konteks lobi yang dimaksud.

"Kan masalahnya Pak Ahok tidak menyebutkan konteks yang mana, jadi kita susah konteks mana," katanya.

Selanjutnya, Arya menambahkan, saat ini pengawasan komisaris di anak usaha semakin ketat. Dulu, kata Arya, komisaris bisa diangkat tanpa diketahui kementerian.

"Kalau masalah komisris di anak perushaan sekarang kita sangat ketat. Dulu itu banyak diangkat-angkat komisaris tanpa diketahui kementerian. Justru kita rapikan semua. Banyak BUMN itu membuat anak perusahaan itu tanpa persetujuan kementerian. Sekarang ketat betul hal-hal seperti itu. Itu bagian pegawasan yang kita lakukan," terangnya.

Arya juga menanggapi keinginan Ahok terkait pembubaran kementerian dan pembentukan superholding. Dia menjelaskan, pada masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), holding atau superholding yang dibentuk sebanyak dua. Di masa Menteri BUMN Rini Soemarno pun demikian, sub holding yang terbentuk sekitar dua.

Arya bilang, pembentukan superholding bukanlah hal yang gampang.

"Ini kita belum setahun udah banyak bikin sub holding. Ini sekalian menjawab ini perlu dibubarkan saja perlu superholding, nggak gampang, banyak sekali, banyak banget yang harus dikerjakan," katanya.

Arya mengatakan, dalam pembentukan sub holding asuransi misalnya, terdapat perusahaan yang menyandang status perusahaan umum (perum) diubah menjadi PT. Artinya, dalam perubahan status ini harus ada perubahan dalam peraturan pemerintah (PP).

"Itu perbankan aja kalau mau diholding, subholding kan itu harus ubah undang-undang karena bisa monopoli," sambungnya.

Dia menambahkan, wacana superholding sendiri bukanlah hal yang baru. Menurutnya, sudah ada sejak Tanri Abeng atau Menteri BUMN pertama.

"Itu kan ide lama bukan ide baru, sejak jaman Pak Tanri Abeng, sejak jaman Pak Tanri Abeng itu baru berapa sub holding yang terjadi," terangnya.



Simak Video "Video Ahok Penuhi Panggilan Kejagung: Apa yang Saya Tahu Akan Saya Sampaikan"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads