Ini Alasan Hilirisasi Tembaga Wajib Dilakukan

Ini Alasan Hilirisasi Tembaga Wajib Dilakukan

Inkana Putri - detikFinance
Senin, 19 Okt 2020 22:42 WIB
tambang tembaga
Foto: shutterstock
Jakarta -

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin menegaskan peningkatan nilai tambah tembaga melalui proses hilirisasi harus memberikan manfaat yang besar bagi negara dan masyarakat Indonesia.

Menurutnya, hal ini bisa dicapai melalui kesimbangan pola pikir finansial antara pemerintah dengan korporasi.

"Kita ingin proses nilai tambah yang panjang itu sebanyak mungkin memberi dampak bagi negara, untuk meningkatkan pendapatan negara, membuka lapangan kerja, dan membangun kemandirian (energi)," ujar Ridwan dalam keterangan tertulis, Senin (19/10/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hal ini ia sampaikan dalam webinar bertema 'Masa Depan Hilirisasi Tembaga Indonesia' pada Rabu (14/10). Dalam diskusi ini, Ridwan juga menyampaikan mendorong pembangunan smelter tembaga bukanlah langkah mudah bagi badan usaha. Pasalnya, hal tersebut memerlukan modal investasi yang cukup besar.

"Setiap sen yang keluar (dari korporasi) harus dihitung, Pemerintah pun setiap sen yang tidak didapatkan harus juga dihitung. Itu adalah hak rakyat Indonesia. Keseimbangan ini yang akan kita cari," tegasnya.

ADVERTISEMENT

Ridwan menjelaskan adanya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) semakin memperkuat dan menegaskan hilirisasi nilai tambah tembaga menjadi sesuatu yang wajib dikerjakan.

"(Harus) dilakukan baik bagi pemerintah yang menyuruh wajib dan pelaku industri agar terimplementasi dengan baik," jelasnya.

Saat ini, Indonesia memiliki dua smelter tembaga yang salah satunya dioperasikan oleh PT Smelting, perusahaan patungan antara PT Freeport Indonesia dan Mitsubishi ya di Gresik, Jawa Timur. Perusahaan ini memiliki kapasitas pasokan konsentrat tembaga sebesar 1 juta ton tembaga per tahun dan menghasilkan 300 ribu ton katoda tembaga per tahun.

Freeport juga telah membangun smelter tembaga kedua yang juga berlokasi di Gresik, tepatnya di kawasan Industri Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE), berkapasitas olahan sebesar 2 juta ton konsentrat tembaga per tahun, dengan nilai investasi diperkirakan mencapai USD 3 miliar.

Kepala Badan Geologi Eko Budi Lelono mengatakan berdasarkan identifikasi Badan Geologi, saat ini Indonesia masuk kategori 7 negara cadangan tembaga terbesar di dunia yang menyumbang sekitar 3% dari total cadangan di dunia.

Adapun bijih tembaga Indonesia memiliki total sumber daya 15.083 juta dan cadangan 2.632 juta ton. Sementara itu logam tembaga punya masing-masing total sumber daya dan cadangan sebesar 48,98 juta ton dan 23,79 juta ton.

"Provinsi dengan sumber daya tembaga terbesar ada di Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Tengah, Jawa Timur, Aceh, dan Papua," pungkasnya.

(mul/mpr)

Hide Ads