Komisaris Utama (Komut) PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) bicara soal rencana jika berkesempatan menjadi Presiden Republik Indonesia (RI). Hal itu dikatakan dalam sebuah obrolan santai bersama seniman Butet Kertaradjasa di YouTube.
Seandainya jadi presiden, hal yang akan dilakukan pertama oleh Ahok adalah melakukan pemutihan.
"Langsung ada pemutihan dosa-dosa lama. Supaya rezim ke rezim itu terus menjadikan ini semacam ATM. Siapa yang nggak pernah buat salah. Kalau pilkada di Indonesia, siapapun yang ikut harus bisa membuktikan secara terbalik hartanya," ucapnya ditulis detikcom, Selasa (20/10/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Ahok, pemutihan itu merupakan bentuk rekonsiliasi agar ke depannya politisi maupun pejabat yang ada di lingkungan buruk dapat tetap mencalonkan diri untuk menjadi kepala daerah atau wakil rakyat di parlemen.
Sebab, kata Ahok, seorang anak koruptor belum tentu akan bersifat seperti orang tuanya ketika menjabat. Demikian pula dengan orang-orang kaya yang duduk di pemerintahan dan tak transparan dengan harta kekayaannya.
"Kalau kamu mengatakan harta orang tua saya, saya turut ya tidak apa-apa. Minimal rakyat tahu kenapa kamu punya harta sekian puluhan ratusan miliar. Kamu tinggal declare, ini warisan dari ayah saya mantan pejabat ini, biar rakyat yang putuskan," tuturnya.
Ahok mengklaim tidak sulit membuat semua kekayaan para pejabat negara serta politisi menjadi lebih transparan karena kekuasaan presiden yang besar. Dengan begitu, dimaksudkan agar perilaku korupsi ke depannya tidak diulangi lagi.
"Kalau jadi presiden tuh gampang, kita tinggal proses supaya rakyat tahu siapa yang berbuat, dari mana harta dia seperti itu. Setelah itu sebagai kepala negara berhak memberikan pengampunan, itu rekonsiliasi bangsa. Rekonsiliasi bukan berarti menutupi kejahatan. Tapi kejahatan apapun harus tercatat sehingga rakyat generasi kita berikutnya akan belajar," ucapnya.
Baca juga: Ahok: Saya Dirut Nyaru Komut |
Kedua, seandainya jadi presiden, Ahok mau memperbaiki gaji para pejabat negara dengan syarat ada sistem alat ukur (Key Performance Indicator/KPI) yang jelas. Misalnya masyarakat harus punya jaminan pendidikan hingga kesehatan, dan pengusaha kecil menengah (UMKM) bisa naik kelas jadi pengusaha besar.
Begitu juga dengan TNI/Polri, disebutnya bisa diberikan semacam diskon saat berbelanja kebutuhan sehari-hari.
"Kalau sekarang kita maaf-maaf saja, saya dapat penghargaan perang begitu banyak pun datang ke Indomaret kalau beli susu nggak ada duit ya nggak dapat susu saya. Coba kalau kita ke Indomaret beli susu 'oh pernah perang ini' dapat diskon 30%, siapa yang bayar? Pemerintah yang bayar, Kementerian Pertahanan yang bayar. Ditransfer dong kan semua online dan lebih bagus lagi tidak ada tarik tunai maksimal sejuta mungkin," jelasnya.
(ara/ara)