Harga minyak merangkak naik setelah adanya harapan terkait stimulus baru dari pemerintah Amerika Serikat (AS). Namun, prospek permintaan minyak sepenuhnya belum pulih akibat kasus pandemi COVID-19 terus melonjak.
Kenaikan harga minyak tercatat pada Kamis kemarin. Minyak mentah Brent ditutup 73 sen lebih tinggi menjadi US$ 42,46 per barel dan minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS naik 61 sen menjadi US$ 40,64. Sebelumnya, pada Rabu lalu harga minyak merosot 3% dan jadi terparah dalam tiga pekan.
Dikutip dari Reuters, Jumat (23/10/2020) Direktur Energy Futures di Mizuho di New York, Bob Yawger mengatakan kenaikan harga minyak didorong kabar angin segar dari Ketua DPR AS Nancy Pelosi yang mengatakan pemerintah AS akan segera menggelontorkan stimulus baru.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada hari yang sama, saham di Wall Street ikut naik sebab investor menyambut baik prospek stimulus ekonomi baru dari pemerintah AS. Mengingat ekonomi AS telah terperosok dan pasar tenaga kerja yang makin merana akibat pandemi COVID-19.
Energy Information Administration (EIA) atau administrasi energi AS melaporkan bahwa stok bensin naik menjadi 1,9 juta barel pekan lalu. Angka itu melebihi perkiraan sebelumnya 1,8 juta barel.
Pada seluruh produk minyak permintaan rata-rata mencapai 18,3 juta barel per hari selama empat bulan hingga 16 Oktober. Menurut EIA jumlah permintaan itu turun 13% dari tahun lalu.
Selama ini prospek permintaan minyak dan bahan bakar sangat menurun. Hal itu disebabkan melonjaknya kasus COVID-19, lockdown di mana-mana, bahkan China melarang keras adanya perjalanan untuk keluar negaranya.
Goldman Sachs memperkirakan rata-rata harga Brent naik menjadi US$ 59,40 setara Rp 874.600 tahun depan dari US$ 43,90 tahun ini, dan WTI naik menjadi US$ 55,90 setara Rp 823.100 dari US$ 40,10.