Badan Pengatur Hilir Minyak Bumi dan Gas (BPH Migas) berupaya mempercepat implementasi penggunaan LNG untuk Bahan Bakar Kereta Api guna mengurangi subsidi BBM. Berdasarkan data BPH Migas, tahun 2020 kuota BBM subsidi untuk KAI sebesar 240.000 KL. Dengan selisih harga antara solar subsidi dan nonsubsidi sekitar Rp 5.000/liter maka akan ada potensi penghematan keuangan negara sebesar Rp 1,2 triliun.
"Untuk KAI yang penting kesungguhan komitmen dulu untuk segera mewujudkan ini, memang tidak untuk secara keseluruhan, bisa untuk penerangan gerbong terlebih dahulu, tetapi progresnya jelas. Jika langsung lokomotif saat ini mungkin terkendala, untuk pengadaan lokomotif baru kita harapkan langsung bisa dual fuel BBM, solar maupun LNG," ujar Kepala BPH Migas M Fanshurullah Asa dalam keterangan tertulis, Sabtu (31/10/2020).
Hal tersebut ia sampaikan saat mengunjungi Kantor PT KAI DAOP 2 Bandung, Jumat (30/10). Pria yang akrab disapa Ifan ini menjelaskan penggunaan LNG untuk kereta api saat ini telah banyak digunakan di USA, Kanada, Rusia, dan India.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu penggunaan LNG dengan ISO tank untuk penerangan, genset, pemanas air juga sudah digunakan di berbagai Hotel Hilton dan Arya Duta di Bandung, mall di Ambon dan rumah sakit di Samarinda. Menurutnya, jika Indonesia berhasil maka akan menjadi negara ke 5 yang menerapkan LNG sebagai bahan bakar kereta api.
Soal harga, Ifan mengatakan harga LNG hanya berkisar US$ 5/MMBTU, lebih murah jika dibandingkan BBM yang berkisar antara US$ 15 - US$ 20 US per barel.
"Inilah salah satu tugas BPH Migas untuk efisiensi energi nasional," katanya.
Terkait hal ini, Anggota Komite BPH Migas Jugi Prajogio menilai BPH Migas berperan penting sebagai wasit independen untuk mendorong konversi BBM ke LNG pada KAI.
Di sisi lain, Direktur Komersial PT PGN LNG Adi Sangga Prasetya mendukung konversi BBM ke LNG pada KAI. Ia mengatakan pada bulan Juli 2020 sudah ada MoU lanjutan dengan PT KAI terkait penyediaan LNG untuk pemenuhan kebutuhan bahan bakar industri di pulau Jawa, termasuk untuk KAI sedang dibangun Terminal LNG Jatim di Teluk Lamong, Gresik, yang merupakan sinergi PGN LNG dengan Pelindo III.
"Saat ini progres pembangunannya telah mencapai 90 persen dan dijadwalkan akan beroperasi pada kuartal 2 tahun 2021. Sumber pasokan LNG berasal dari Bontang yang diangkut dengan kapal tanker. Dari Terminal LNG Jatim akan didistribusikan ke pipa gas atau langsung disalurkan ke konsumen dengan lSO container," katanya.
Adi menambahkan posisi pelabuhan Teluk Lamong yang berdekatan dengan jaringan kereta di Surabaya dan Gresik sangat mendukung supply LNG untuk KAI. Selain itu, PT KAI juga bisa berperan dalam penyaluran/pengangkutan LNG dengan ISO container.
"Ada benefit tambahan jika pengangkutan ISO container dilakukan oleh KAI karena keberadaan posisi strategis KA yang memiliki jaringan stasiun point to point," jelasnya.
Sementara itu Direktur Utama PT. Pertagas Niaga, Linda Sunarti menjelaskan saat ini telah dilakukan percobaan penggunaan LNG untuk KAI tahap pertama dan kedua di Bandung. Adapun tahap pertama untuk gerbong dan tahap kedua untuk lokomotif.
Saat percobaan, Linda menjelaskan secara keekonomian ada beberapa kendala terkait kesiapan supply LNG sehingga semua harus terintegrasi dengan baik untuk penerapan ke depan.
"Sebab, jika itu belum, maka bukan efisiensi yang didapatkan, tetapi justru aktivitas KA bisa terganggu. Pada intinya apabila secara komersial penggunaan LNG pada KAI dinilai layak diniagakan maka Pertagas Niaga siap menyambutnya," paparnya.
Terkait hal ini, Direktur Pengelolaan Sarana PT KAI Azahari mengungkapkan rencana penggunaan LNG sebagai bahan bakar kereta api telah dimulai sejak tahun 2015. Hal ini ditandai dengan penandatangan MoU antara Pertamina dengan KAI pada 28 Agustus 2015 tentang kerjasama bisnis dalam sinergi BUMN, yang salah satu lingkupnya adalah konversi HSD menjadi Diesel Dual Fuel LNG.
Kerja sama ini dilakukan guna mendukung program Pemerintah untuk kedaulatan energi, diversifikasi energi dengan melakukan konversi pemakaian BBM ke gas, dan percepatan bauran energi menggunakan bahan bakar gas.
Azahari memaparkan saat ini telah dilakukan berbagai tahapan uji coba penggunaan LNG sebagai bahan bakar kereta api. Pada 23 November 2016, telah dilakukan uji statis di Balai Yasa Yogyakarta dengan pendampingan tim ahli.
Selanjutnya, dilakukan uji coba dinamis pada KA 25/28 (Gopar) dan Kereta Api Lokal Bandung pada Desember 2016, serta Kereta Api Harina relasi Bandung-Pasar Turi pada 31 Juli - 5 Agustus 2017. Kemudian, dilakukan uji statis kembali di Balai Yasa Yogyakarta pada Oktober 2017 untuk mengukur solar dengan flowmeter dan massa LNG.
Ia menjelaskan pengujian dinamis yang dilakukan membuktikan peralatan instalasi tidak mengalami kendala selama kondisi operasional, tidak terdapat kebocoran atau kerusakan. Pada saat pengujian di Balai Yasa Yogyakarta, efisiensi penggunaan DDF LNG juga lebih rendah dibanding penggunaan solar murni, bahkan subtitusi LNG dapat mencapai 80%-20%.
"Waktu uji coba hasilnya cukup bagus, tapi setelah itu penyediaan atau supply gas tidak siap, jika itu dipakai dengan ketidaksiapan suplai LNG jatuhnya menjadi mahal, dan tidak ada inisiatif dari berbagai pihak sehingga seperti hilang begitu saja tidak ada kelanjutannya" ungkap Azahari.
Melalui kolaborasi ini, Azahari berharap penggunaan LNG untuk bahan bakar kereta api dapat terwujud. Pihaknya juga siap mendukung, khususnya untuk efisiensi.
Dalam hal ini, Ifan mengatakan sebagai regulator pihaknya akan membentuk tim khusus untuk mengawal, sinergi dan kolaborasi agar pemanfaatan LNG untuk bahan bakar Kereta Api dapat terwujud
"Kendala supply chain, sudah ada solusinya, sekarang sedang dibangun Terminal LNG Jatim di Teluk Lamong, Gresik, yang akan beroperasi di kuartal 2 tahun 2021," katanya.
Ifan mengungkapkan apabila berdasarkan hasil kajian, penggunaan LNG tidak memenuhi tekno ekonomi, BPH Migas sebagai lembaga Independen akan mengusulkan kepada Presiden agar dibuat Perpres tentang harga LNG khusus untuk kereta Api sebagaimana Perpres No. 40 tahun 2016 yang mengatur penetapan harga gas tertentu untuk industri sebesar US$ 6/MMBTU.
"Kita sinergi, kolaborasi, melangkah bukan berwacana, mesti action dan saya akan kawal khusus, kalo ini berhasil, kita akan panggil Pelni dan ASDP," pungkasnya.
Sebagaimana diketahui, berdasarkan UU No. 22 tahun 2001 tentang Migas pasal 46 ayat 2, salah satu tugas BPH Migas adalah meningkatkan pemanfaatan gas bumi untuk kepentingan dalam negeri. Selain itu BPH Migas juga berwenang mengatur pemanfaatan LNG Nasional sesuai Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM No. 1088 K/20/MEM/2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pembinaan Pengawasan, Pengaturan dan Pengendalian Kegiatan Usaha Hulu dan Hilir Minyak dan Gas Bumi seperti berikut.
1. Mengusulkan kebijakan pemanfaatan LNG dalam Negeri
2. Memberikan informasi mengenai ruas pipa transmisi atau wilayah distribusi tertentu tertentu berkaitan dengan pemberian Izin Usaha Pengangkutan gas hasil regasifikasi LNG melalui pipa.
3. Menetapkan persyaratan dan melaksanakan lelang dalam kegiatan pengangkutan gas hasil regasifikasi LNG melalui pipa pada ruas tertentu atau wilayah distribusi tertentu.
4. Menetapkan dan memberitahukan pemenang lelang kepada Menteri.
5. Menetapkan tarif pengangkutan gas hasil regasifikasi LNG melalui pipa dengan prinsip tekno ekonomi.
6. Memberikan hak khusus pengangkutan Gas Bumi melalui pipa pada ruas tertentu atau wilayah distribusi tertentu pengangkutan Gas hasil regasifikasi LNG melalui pipa kepada Badan Usaha.
7. Melakukan pengaturan dan pengawasan atas kegiatan usaha pengolahan regasifikasi LNG, pengangkutan, penyimpanan dan niaga LNG berdasarkan Izin Usaha.
Terkait hal ini, BPH Migas juga melakukan kerja sama dengan Fakultas Teknik UI untuk melakukan kajian penyusunan LNG di Indonesia. Hal ini mengingat sebagai lembaga Independen BPH Migas berperan sebagai wasit dalam kegiatan usaha hilir migas untuk memberikan solusi dan keadilan.
Sebagai informasi, dalam kunjungan tersebut turut hadir Direktur Pengelolaan Sarana PT KAI Azahari, Direktur Utama Pertagas Niaga Linda Sunarti, Direktur Komersial PT PGN LNG Andi Sangga Prasetya, Manager Dealership and Support Pertamina Pusat Anggoro Wibowo, dan Anggota Komite BPH Migas Jugi Prajogio.
Adapun kunjungan ini bertujuan untuk memantau pemanfaatan kuota dan realisasi Jenis BBM Tertentu (JBT) konsumen pengguna kereta api umum penumpang dan barang, membahas potensi pemanfaatan LNG untuk efisiensi penggunaan BBM di lokomotif dan gerbong kereta, sekaligus menindak lanjuti MoU antara Pertamina dengan KAI pada tahun 2015.
(prf/hns)