Para petinggi UE meminta Turki untuk menghentikan eksplorasinya, atau mendapatkan konsekuensi atas tindakannya. Akhirnya, kapal Turki yang bernama Oruc Reis kembali ke pelabuhan pekan lalu demi meredakan ketegangan.
Akan tetapi, Presiden Dewan Eropa Charles Michel memperingatkan Turki untuk tidak bermain-main selayaknya tikus dan kucing. Ia menegaskan Turki harus berhenti menjalankan kapalnya ke Laut Tengah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di sisi lain, pada 26 November lalu Prancis dan dan Parlemen Eropa secara resmi menyerukan sanksi untuk Turki. Mereka mengatakan sudah waktunya untuk menghukum Turki, yang dipandang diBrus
sel (kantor pusat UE) sebagai pemicu perselisihan karena alasan politik dalam negeri. Mereka juga menilai Turki melakukan penyimpangan yang mengarah pada pemerintahan yang otoriter dan individualisme dari satu pemimpinnya. Hal ini pun semakin meningkatkan tensi UE terhadap Turki.
Meski ditentang keras, Presiden Turki Tayyip Erdogan mengatakan negaranya tidak akan tunduk pada ancaman dan pemerasan. Turki akan tetap berupaya memperoleh haknya atas sumber daya energi potensial di benuanya.
Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengatakan, Yunani dan Siprus sedang 'menjilat' petinggi UE. Cavusoglu mendesak agar UE tidak berpihak, tapi berusaha menjadi penengah. Ia juga meminta agar Prancis dan negara lain tak ikut campur dalam konflik Turki dengan Yunani.
"Keputusan, sanksi atau apapun yang direncanakan itu, tidak akan menjadi solusi bagi masalah yang ada," kata Cavusoglu.
(hns/hns)