Pemerintah Iran menyatakan telah melanjutkan pengayaan 20% uranium di fasilitas nuklir bawah tanah. Hal itu melanggar pakta nuklir 2015 dengan negara-negara besar dan mempersulit upaya presiden terpilih Amerika Serikat (AS) Joe Biden untuk kembali ke kesepakatan tersebut.
Seperti dikutip dari Reuters, Senin (4/1/2021), keputusan pengayaan merupakan pelanggaran terbaru Iran atas perjanjian, bertepatan dengan meningkatnya ketegangan antara Iran dan Amerika Serikat pada hari-hari terakhir pemerintahan Presiden Donald Trump.
Iran mulai melanggar perjanjian pada 2019 sebagai tanggapan atas penarikan Trump dari pakta pada 2018, dan penerapan kembali sanksi AS yang telah dicabut berdasarkan kesepakatan tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tujuan utama perjanjian itu adalah untuk memperpanjang waktu yang dibutuhkan Iran untuk menghasilkan bahan yang cukup untuk bom nuklir, menjadi setidaknya satu tahun dari sekitar dua hingga tiga bulan. Hal itu juga mencabut sanksi internasional terhadap Teheran.
"Beberapa menit yang lalu, proses produksi 20% uranium yang diperkaya telah dimulai di kompleks pengayaan Fordow," kata juru bicara pemerintah Ali Rabeie kepada media pemerintah Iran, dikutip dari Reuters, Senin (4/1/2020).
Langkah tersebut adalah salah satu dari banyak yang disebutkan dalam undang-undang yang disahkan oleh parlemen Iran bulan lalu sebagai tanggapan atas pembunuhan ilmuwan nuklir terkemuka negara itu, yang dituduhkan oleh Teheran kepada Israel.
Langkah-langkah seperti itu oleh Iran dapat menghalangi upaya pemerintahan Biden yang akan datang untuk memasukkan kembali perjanjian tersebut.