PT Sorok Marapi Geothermal Power (SMGP) operator PLTP Sorok Marapi Mandailing Natal, Sumatera Utara, buka suara soal insiden paparan gas H2S ke warga sekitar. 5 orang meninggal akibat peristiwa itu.
Chief Technical Officer PT SMGP Riza Glorius Pasiki mengatakan paparan gas H2S terjadi saat pihaknya membuka sumur T-02 di PLTP Sorok Marapi. Angin yang berembus ke arah pemukiman membawa material gas berbahaya yang langsung terhirup beberapa warga.
"Posisi silencer memang di ujung barat dari well pad kemudian angin bertiup ke arah barat, itu membawa gas yang keluar dari sumur dan dihirup warga sekitar," ujar Riza dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR, Rabu (3/2/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Riza juga menjelaskan mengapa masih ada warga yang berkegiatan di zona yang harusnya dikosongkan, atau radius 300 meter dari sumur. Dia mengakui memang ada sosialisasi yang kurang saat sebelum melakukan operasional pembukaan sumur.
Alasannya waktu yang digunakan untuk sosialisasi kurang, hal itu terjadi karena awalnya sumur dijadwalkan untuk dibuka tanggal 24 Januari namun baru dilakukan 25 Januari. Penjadwalan ulang ini terjadi karena ada masalah teknis pada alat yang digunakan dan perlu untuk dilakukan maintenance.
Padahal Riza mengaku pihaknya sudah memberikan sosialisasi pada 22-23 Januari ada pembukaan sumur PLTP pada 24 Januari. Kemudian, 25 Januari pemberitahuan sosialisasi baru diberikan ke masyarakat setempat sekitar pukul 9.00 WIB, itu pun baru ke Kepala Desa.
"Jadi kami di tanggal 25 baru bisa sosialisasi pukul 9.00 WIB itu pun baru sampai di Kepala Desa, kalau sebelumnya yang tanggal 24 itu kami sudah masif, kami pakai pamflet hingga pengumuman di Masjid-Masjid," ujar Riza.
Riza melanjutkan sebetulnya ada beberapa petugas keamanan yang meminta warga menghindari sekitar sumur saat pembukaan dilakukan. Hanya saja imbauan yang diberikan hanya berupa aktivitas kebisingan bukan imbauan material gas yang berbahaya.
Dia juga mengakui dari 7 orang petugas keamanan hanya satu yang mengikuti pre-job safety meeting.
"Menurut investigasi kami, tim security kami sudah lakukan tugas dan penyisiran ada 7 orang yang lakukan penyisiran tapi hanya satu orang yang ikut pre-job safety meeting. Mereka pun memang ketemu dengan masyarakat yang bekerja di sawah dan ladang, apa yang disampaikan pihak security hanya menyampaikan bahaya kebisingan bukan H2S itu," papar Riza.
Riza juga sempat ditanya oleh beberapa anggota komisi soal pengawasan petugas well test superintendent yang melakukan inspeksi sebelum pembukaan sumur dibuka. Riza mengaku, memang operasional pembukaan sumur belum dicek petugas well test superintendent.
Dia mengatakan petugas tidak bisa mengecek ke lapangan karena harus dikarantina selama dua minggu sesuai dengan aturan pemerintah daerah sedangkan waktu pembukaan harus dilakukan. Namun, posisinya di lokasi pembukaan sumur sudah ada Kepala Teknik Panas Bumi (KTPB) dan empat orang well test supervisor.
Dia mengatakan dirinya dan KPTB melakukan penyesuaian untuk melakukan operasi pembukaan sumur tanpa ada pemeriksaan dari well test superintendent. Menurutnya, well test superintendent akan melakukan observasi secara kontinyu secara online.
"Memang ada adjustment dari saya dan KTPB, kami memberikan adjustment dengan adanya 4 orang well test supervisor dan well test technician yang berpengalaman jadi kita teruskan dengan catatan well test superintendent secara continue melakukan observasi secara online," ujar Riza.
Riza juga mengatakan perusahaannya akan bertanggung jawab penuh atas dampak yang terjadi karena kejadian ini. Salah satunya dengan memberikan dukungan moral dan santunan kepada keluarga para korban.
"Perusahaan pun prihatin, utamanya kami akan berikan dukungan moral dan santunan terhadap keluarga korban dan masyarakat terdampak, perusahaan akan bertanggung jawab dari masalah yang timbul dari musibah ini," kata Riza.
(hal/hns)