Jakarta -
Pembukaan sumur di PLTP Sorik Marapi di Mandailing Natal, Sumatera Utara, memakan korban. Kementerian ESDM pun mengatakan adanya indikasi maloperasi dalam insiden di PLTP Sorik Marapi yang memakan 5 korban jiwa.
Dirjen EBTKE Kementerian ESDM Dadan Kusdiana pun mengatakan peristiwa kecelakaan yang terjadi di PLTP ini masuk ke dalam kejadian berbahaya kategori berat.
"Kesimpulannya ini ada maloperasi di lapangan Sorok Marapi, ini menjadi kejadian berbahaya kategori berat," ujar Dadan dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR, Rabu (3/2/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut 5 fakta penting soal kecelakaan kerja di PLTP Sorik Marapi yang memakan korban jiwa:
1. Tidak Sesuai Prosedur
Dia juga menjelaskan beberapa poin dari investigasi sementara yang sudah dilakukan, Dadan mengatakan telah terjadi perencanaan kegiatan yang kurang matang. Salah satu masalahnya adalah kegiatan yang berubah waktunya secara dadakan.
"Perencanaan ini kurang matang, karena kegiatan ini pun secara waktu berubah-ubah," kata Dadan.
Kemudian ada masalah pelanggaran prosedur yang ditetapkan saat operasi pembukaan sumur. Pasalnya, pihak SMGP selaku operator tidak memperhatikan kandungan gas yang ada di dalam sumur, utamanya kandungan H2S-nya.
Dadan juga mengatakan kegiatan persiapan keamanan juga tidak dilakukan dengan baik. Pasalnya, pada saat sesi briefing awal tidak semua orang yang terlibat ikut serta.
"Untuk kegiatan persiapan safety tidak diikuti seluruh yang terlibat, security misalnya yang hadir hanya kepala securtiy-nya," ujar Dadan.
2. Kurang Sosialisasi
Dadan juga mengatakan sosialisasi ke masyarakat kurang baik, pasalnya masih ada masyarakat yang berkegiatan dekat lokasi pembukaan sumur. Padahal jarak amannya 300 meter dari lokasi pembukaan sumur. Dia mengatakan korban yang berjatuhan berada di radius jarak 125 meter.
"Jadi korban ditemukan terjadi di jarak yang harusnya daerah itu bebas, radius aman dari konten H2S itu minimal 300 meter. Nah korban itu ditemukan di jarak 125 meter itu masuk dalam lingkaran yang seharusnya nggak ada orang," kata Dadan.
Dadan juga mengatakan ada juga peralatan dan instalasi penunjang yang belum siap dan lengkap. Salah satunya alat komunikasi, tidak semua yang terlibat menggunakan alat komunikasi, sehingga saat gas H2S mengenai masyarakat tidak bisa langsung ditutup sumurnya. Bahkan, masyarakat harus sampai menerobos masuk untuk sumur ditutup.
"Setelah 3 menit kan muncul uap panas bumi berwarna putih, 10 menit kemudian seorang warga menerobos masuk minta sumur ditutup karena beberapa pingsan di sawah," ujar Dadan.
Simak juga video tentang 'Bumigas Duga Ada yang Mau 'Menendangnya' dari PLTP Dieng-Patuha':
[Gambas:Video 20detik]
Berlanjut ke halaman berikutnya.
3. Penyebab Kecelakaan
Chief Technical Officer PT SMGP, Riza Glorius Pasiki mengatakan paparan gas H2S terjadi saat pihaknya membuka sumur T-02 di PLTP Sorok Marapi. Angin yang berembus ke arah pemukiman membawa material gas berbahaya yang langsung terhirup beberapa warga.
"Posisi silencer memang di ujung barat dari well pad kemudian angin bertiup ke arah barat, itu membawa gas yang keluar dari sumur dan dihirup warga sekitar," ujar Riza dalam kesempatan yang sama.
Riza juga menjelaskan mengapa masih ada warga yang berkegiatan di zona yang harusnya dikosongkan, atau radius 300 meter dari sumur. Dia mengakui memang ada sosialisasi yang kurang saat sebelum melakukan operasional pembukaan sumur.
Alasannya waktu yang digunakan untuk sosialisasi kurang, hal itu terjadi karena awalnya sumur dijadwalkan untuk dibuka tanggal 24 Januari namun baru dilakukan 25 Januari. Penjadwalan ulang ini terjadi karena ada masalah teknis pada alat yang digunakan dan perlu untuk dilakukan maintenance.
Padahal Riza mengaku pihaknya sudah memberikan sosialisasi pada 22-23 Januari ada pembukaan sumur PLTP pada 24 Januari. Kemudian, 25 Januari pemberitahuan sosialisasi baru diberikan ke masyarakat setempat sekitar pukul 9.00 WIB, itu pun baru ke Kepala Desa.
"Jadi kami di tanggal 25 baru bisa sosialisasi pukul 9.00 WIB itu pun baru sampai di Kepala Desa, kalau sebelumnya yang tanggal 24 itu kami sudah masif, kami pakai pamflet hingga pengumuman di Masjid-Masjid," ujar Riza.
Riza melanjutkan sebetulnya ada beberapa petugas keamanan yang meminta warga menghindari sekitar sumur saat pembukaan dilakukan. Hanya saja imbauan yang diberikan hanya berupa aktivitas kebisingan bukan imbauan material gas yang berbahaya.
Dia juga mengakui dari 7 orang petugas keamanan hanya satu yang mengikuti pre-job safety meeting.
"Menurut investigasi kami, tim security kami sudah lakukan tugas dan penyisiran ada 7 orang yang lakukan penyisiran tapi hanya satu orang yang ikut pre-job safety meeting. Mereka pun memang ketemu dengan masyarakat yang bekerja di sawah dan ladang, apa yang disampaikan pihak security hanya menyampaikan bahaya kebisingan bukan H2S itu," papar Riza.
4. Pembukaan Sumur Tanpa Pengawasan
Riza juga sempat ditanya oleh beberapa anggota komisi soal pengawasan petugas well test superintendent yang melakukan inspeksi sebelum pembukaan sumur dibuka. Riza mengaku, memang operasional pembukaan sumur belum dicek petugas well test superintendent.
Dia mengatakan petugas tidak bisa mengecek ke lapangan karena harus dikarantina selama dua minggu sesuai dengan aturan pemerintah daerah sedangkan waktu pembukaan harus dilakukan. Namun, posisinya di lokasi pembukaan sumur sudah ada Kepala Teknik Panas Bumi (KTPB) dan empat orang well test supervisor.
Dia mengatakan dirinya dan KPTB melakukan penyesuaian untuk melakukan operasi pembukaan sumur tanpa ada pemeriksaan dari well test superintendent. Menurutnya, well test superintendent akan melakukan observasi secara kontinyu secara online.
"Memang ada adjustment dari saya dan KTPB, kami memberikan adjustment dengan adanya 4 orang well test supervisor dan well test technician yang berpengalaman jadi kita teruskan dengan catatan well test superintendent secara continue melakukan observasi secara online," ujar Riza.
5. DPR Minta SMGP Dihukum
Anggota DPR murka dengan insiden PLTP yang memakan korban jiwa, mereka pun meminta ada sanksi yang harus dijatuhkan.
Wakil Ketua Komisi VII Alex Noerdin mengungkapkan sudah semestinya SMGP mendapatkan sanksi karena adanya kejadian kecelakaan kerja yang berujung korban jiwa sebanyak 5 orang. Menurutnya percuma SMGP membela diri, pasalnya hasil investigasi memang menunjukkan adanya kelalaian pada operasional PLTP Mandailing Natal.
"Ini perlu diberi sanksi perusahaannya, entah ditutup atau bayar kompensasi. Percuma bapak sebut punya alat ini, alat itu, tapi tetap ini yang terjadi itu masalah, mau bagaimana lagi hasil investigasinya seperti ini. Perusahaan ini memang harusnya kena sanksi," ujar Alex.
Di sisi lain, anggota dewan Zulkifli Hamonangan mengatakan lebih adanya sidak fisik dari komisi untuk melakukan pengecekan langsung apakah SOP dan semua peraturan dilakukan dengan baik.
Dia menyinggung kecelakaan yang terjadi bukan cuma human error, namun sistem perusahaannya juga yang error.
"Apakah boleh perusahaan ini berlanjut pimpinan? Lebih baik ini kita sidak dulu secara fisik apakah sop peraturan yg ada ini dijalankan ini bukan cuma human error, sistemnya ini juga error ini pimpinan," ungkap Zulkifli.
Zulkifli juga menyinggung apa yang dijelaskan perwakilan SMGP merupakan sebuah kebohongan. Misalnya, soal sosialisasi pembukaan sumur, menurutnya memang tidak dilakukan. Hal itu sesuai dengan laporan Camat setempat yang memang merupakan paman Zulkifli.
"Om saya kandung itu Camat di sana pak, dari yang saya dapat laporan ini bohong semua yang bapak paparkan ini. Sosialisasi tuh mana pak, katanya nggak ada pak," ujar Zulkifli.