Sejumlah investor membangun proyek smelter di Indonesia. Beberapa di antaranya adalah milik investor asing termasuk China. Diketahui, isu mengenai tenaga kerja asing khususnya dari China belakangan masih ramai diperbincangkan.
Hingga tahun 2020, sebanyak 19 smelter telah terbangun dan ditargetkan bertambah menjadi 23 smelter di 2021. Sementara itu, 28 smelter ditargetkan beroperasi di 2022 dan 53 smelter beroperasi pada 2023.
Adapun beberapa smelter yang dimiliki investor China seperti PT Sulawesi Mining Investment, PT Virtue Dragon Industry, PT Huadi Nickel Aloy, dan PT Harita Nickel. Teranyar, ada lagi proyek smelter yang mau dibangun di Indonesia yang dimodali perusahaan China yaitu smelter copper (tembaga) di Weda Bay, Halmahera, Maluku Utara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Smelter ini rencananya akan dimodali oleh perusahaan China Tsingshan Steel bersama Freeport Indonesia. Namun, porsi modal Freeport dalam proyek ini hanya sebesar 7,5% dari total nilai investasi sekitar US$ 2,8 miliar atau sekitar Rp 39,2 triliun (kurs Rp 14.000/US$).
Lantas, siapa yang bakal bekerja di proyek-proyek smelter tersebut? Pekerja lokal atau asing?
Deputi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves Septian Hario Seto mengakui bahwa selama masa konstruksi, proyek smelter itu akan lebih banyak diisi oleh tenaga kerja asing (TKA). Namun, saat sudah mulai beroperasi, dipastikan proyek smelter akan lebih memilih mempekerjakan tenaga kerja lokal.
Ia mencontohkan, untuk smelter nikel di Morowali, Sulawesi Tengah yang sudah beroperasi, saat ini jumlah pekerjanya ada sekitar 45.000 orang. Adapun 41.000 orang di antaranya merupakan pekerja lokal.
"Di sana buat politeknik khusus, memang tenaga kerja asing agak fluktuatif, saat ada konstruksi besar-besaran mereka naik sedikit (jumlahnya), tapi begitu selesai, masuk fase operasi akan turun. Polanya seperti itu," ujar Septian dalam konferensi pers secara virtual, Jumat (05/2/2021).
Hal serupa berlaku buat smelter lainnya. Septian kembali mencontohkan smelter di Weda Bay, Halmahera Tengah, Maluku Utara, saat ini total pekerjanya mencapai sekitar 9.000 orang di mana 8.000 di antaranya adalah pekerja lokal dan ada sekitar 1.000 orang merupakan TKA. Jumlah TKA cukup banyak karena masih dalam proses konstruksi.
Lebih lanjut, Septian menjelaskan bahwa memang agak sulit mendapatkan tenaga kerja lokal yang sesuai dengan kriteria pengelola industri, namun tidak signifikan, karena tenaga kerja lokal masih bisa dilatih. Oleh karena itu, pihaknya mendorong agar ada beberapa balai pelatihan kerja.
"Saking susahnya dapat tenaga kerja lokal, lulusan SD, SMP, mereka rekrut dan training, ada pusat pelatihannya. Yang menarik, saat masuk ke control room, kebanyakan perempuan, ada yang lulusan pariwisata, keperawatan. Mereka dilakukan training ulang operasikan smelter," ungkapnya.
"Akan ada banyak penyerapan tenaga kerja, khususnya di Morowali, ada satu kompleks kawasan industri di sana," tambahnya.
Simak juga video 'Presiden Jokowi Minta Smelter Freeport Harus Jadi':