Pandemi COVID-19 berdampak besar bagi sektor industri minyak dan gas (migas) di dunia. Kebijakan pembatasan berhasil membuat permintaan produksi menjadi turun drastis. Hal itu juga berdampak pada kinerja keuangan perusahaan-perusahaan di sektor tersebut.
Namun, PT Pertamina (Persero) masih bertahan di tengah kinerja perusahaan migas babak belur dihajar pandemi COVID-19. Pada 2020, Pertamina membukukan laba US$ 1 miliar atau setara dengan Rp 14 triliun (Kurs Rp 14.000/US$).
Hal tersebut dibenarkan Komisaris Utama Pertamina, Basuki Tjahaja Purnama atau yang akrab disapa Ahok. Sayangnya, Mantan Gubernur DKI Jakarta ini enggan berkomentar banyak terkait kinerja direksi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Benar (laba). Soal kinerja bisa tanya ke KBUMN (Kementerian BUMN) selaku pemegang RUPS," kata Ahok kepada detikcom lewat pesan singkatnya, Jumat (5/2/2021).
Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati menyebut ada tiga pukulan sekaligus yang berdampak pada kinerja keuangan Perseroan di tahun 2020. Pertama, adanya penurunan permintaan. Kedua, harga minyak mentah dunia turun tajam. Ketiga, fluktuasi nilai tukar.
Bagaimana cara Pertamina cetak untung? Nicke bilang, rantai pasok Pertamina sebagian masih dipenuhi dari impor. Harga minyak yang turun tajam menjadi kesempatan bagi Pertamina untuk memperbanyak pasokan energi.
"Di April Mei kita beli dengan jumlah besar disimpan storage-storage, baik itu storage landed maupun floating storage di laut," ujarnya.
Kondisi itu berdampak pada penurunan biaya pokok produksi.
"Ini yang memberikan dampak di semester II terjadi penurunan dari HPP atau biaya pokok produksi, dan tentu kita melihat inilah yang membuat di sepanjang tahun 2020 walaupun terjadi penurunan ketiga hal tadi, Pertamina masih bisa berhasil mencetak laba," ujarnya.
Bagaimana dengan kinerja 2 raksasa migas dunia seperti Chevron dan ExxonMobil? Klik halaman selanjutnya.
Tonton juga Video: 3 Pukulan Telak Corona Buat Pertamina, Apa Saja?