Kementerian ESDM Terbitkan Aturan Modul Surya Silikon Kristalin

Kementerian ESDM Terbitkan Aturan Modul Surya Silikon Kristalin

Alfi Kholisdinuka - detikFinance
Sabtu, 20 Feb 2021 21:33 WIB
Indonesia memiliki iradiasi energi matahari rata-rata 4,80 kWh per m2 per hari. Sehingga menjadi pilihan yang baik sebagai alternatif sumber energi.
Foto: Grandyos Zafna
Jakarta -

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengeluarkan peraturan tentang Penerapan Standar Kualitas Modul Fotovoltaik Silikon Kristalin yang tercantum dalam peraturan Menteri ESDM No.2 tahun 2021. Penerbitan aturan itu disebut untuk melindungi keselamatan konsumen.

"Bisa dibayangkan ketika nanti masyarakat memasang Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), tetapi yang diperjualbelikan tidak memenuhi standar atau ketentuan itu akan merugikan masyarakat," ujar Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Direktorat Jenderal EBTKE Chrisnawan Anditya dalam keterangan tertulis, Sabtu (20/2/2021).

Chrisnawan menegaskan produk modul fotovoltaik silikon kristalin wajib memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) melalui pembubuhan tanda SNI.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ini sudah common practice yang diterapkan oleh dunia internasional dan merujuk pada International Electrotechnical Commission (IEC)," imbuhnya pada acara Energi Kolaborasi Series secara virtual pada Jumat (19/2).

Melalui kewajiban SNI, sambung Chrisnawan, mampu mengukur persyaratan dan prosedur uji untuk diaplikasikan di seluruh dunia. Sebab, dengan memberikan tanda SNI ini masyarakat sudah yakin produk PLTS ini sudah melewati proses pengujian, pengawasan sehingga keandalan mutu tetap terjaga.

ADVERTISEMENT

Dia menjelaskan pihak yang wajib mengajukan sertifikasi SNI adalah produsen dan importir, yaitu badan usaha yang melakukan impor modul fotovoltaik silikon kristalin untuk dipasarkan di dalam negeri dan merupakan perwakilan resmi dari produsen di luar negeri.

PLTS sendiri menjadi prioritas utama pemerintah di dalam mengejar target bauran EBT sebesar 23% pada tahun 2025. Hal ini mempertimbangkan potensi dan jangka waktu pembangunan yang relatif lebih cepat dari pembangkit yang lain.

"Indonesia ini potensi energi surya 207,8 Gigawatt (GW). Saat ini pemakainya 153 Mega Watt. Kedua, PLTS cepat dibangunnya dan instalasi. Waktu pembangunannya relatif cepat bisa sampai 1 tahun," terang Chrisnawan.

Pertimbangan terakhir adalah biaya teknologi yang makin efisien dan kompetitif dari tahun ke tahun. "Harganya drop drastis. Tahun 2013 harga PLTS adalah 20 sen dolar (per kWh), lima tahun terakhir sekitar 10 sen, PLTS Cirata menjadi 5,81 sen, sudah drop. Yang terakhir ada investor yang berminat di harga 4 sen," rinci Chrisnawan.

Turunnya harga, kata dia, disebabkan beberapa hal antara lain ongkos teknologi global yang turun, penetrasi pasar yang semakin banyak, mekanisme lelang, dan kemudahan izin. "Semakin banyak orang pasang, artinya ongkosnya akan semakin turun. Kemudahan izin juga turunkan cost," ungkapnya.

Melihat potensi biaya yang terus turun, maka diharapkan akan semakin banyak investor berminat untuk mengembangkan PLTS. Hal ini dinilai akan menjadi sinyal positif bagi investor.

"Kita harapkan ini jadi sinyal positif investor turunkan biaya pengembangan EBT solar (surya)," pungkasnya.

(prf/ega)

Hide Ads