Kompor Gas Mulai Ditinggalkan, Pemerintah Masih Punya PR Ini

Kompor Gas Mulai Ditinggalkan, Pemerintah Masih Punya PR Ini

Soraya Novika - detikFinance
Senin, 12 Apr 2021 15:44 WIB
Ilustrasi kompor induksi, kompor listrik
Ilustrasi/Foto: Getty Images/iStockphoto/brizmaker
Jakarta -

Belakangan pemerintah aktif mengenalkan dan mengajak masyarakat beralih dari kompor gas ke kompor induksi. Pemakaian kompor induksi disebut-sebut lebih hemat. Selain itu, bisa membantu negara lepas dari ketergantungan kepada impor energi maupun menghemat anggaran subsidinya.

Untuk diketahui, kompor induksi berbeda dari kompor gas. Kompor ini tidak memancarkan api layaknya kompor gas, melainkan menggunakan energi elektromagnetik sebagai energi panas.

Kompor induksi tidak pula memancarkan panas saat disentuh seperti kompor listrik. Energi elektromagnetik di kompor induksi bisa memanaskan peralatan masak secara langsung, sehingga permukaan kompor tetap dingin saat disentuh, namun makanan bisa matang dengan cepat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Terlepas dari kelebihannya itu, ada sederet pekerjaan rumah (PR) yang harus diselesaikan pemerintah sebelum mengajak masyarakat beralih sepenuhnya ke kompor induksi.

Pertama, soal kesiapan listrik rumah tangga mayoritas masyarakat Indonesia terhadap perangkat tersebut. Sebab, kompor induksi tidak bisa digunakan dengan daya kecil.

ADVERTISEMENT

"Image di masyarakat, waduh kalau pakai kompor induksi watt-nya gede banget 2.000-2.500 ke atas, listrik saya cukup tidak? Ini PR besar bagi BUMN, Pemerintah, dan juga stakeholder terkait," ujar Director Maspion Group Jacobus L. Salim dalam acara PLN ICE 2021, Senin (12/4/2021).

Berdasarkan data yang dipaparkan Jacobus mengutip sumber Kementerian ESDM, rata-rata masyarakat Indonesia yakni sekitar 65,9 juta orang masih menggunakan daya 450 VA-1.300 VA, sedangkan yang sudah menggunakan daya 2.200 VA ke atas hanya sekitar 4,6 juta orang saja. Untuk itu, menurut Jacobus diperlukan peran pemerintah misal dengan memberikan berbagai subsidi entah berupa penambahan daya listrik atau subsidi lainnya.

"Daya listrik untuk setiap rumah itu mau tidak mau harus di switch ke atas, berarti bicara investasi yang dilakukan PLN dan stakeholder terkait, ada subsidikah dari pemerintah? Subsidi dari LPG ke induksi?" imbuhnya.

Kedua, masalah utensil atau peralatan pendukung dari penggunaan kompor induksi. Sebab, tak semua peralatan masak bisa dipakai di kompor induksi.

"Itu ada cost lagi," katanya.

Pemerintah bila memilih opsi subsidi bagi-bagi kompor induksi perlu dibarengi dengan pemberian utensil pendukung tadi. Agar tidak sia-sia.

"Kalau kompor induksinya dikasi, utensilnya dikasi, barulah dia mau nyoba," imbuhnya.

Jacobus menambahkan bila ditanya soal kesiapan industri dalam negerinya, pihaknya mengaku siap memproduksi kompor induksi sesuai dengan permintaan pasar, siap mendukung pemerintah. Namun, yang paling penting adalah peran pemerintah tadi agar cita-cita menuju Indonesia yang hemat energi bisa segera tercapai.

"Peran pemerintah paling utama, pelaku bisnis, swasta, pabrik, BUMN, siap mendukung, tergantung kita pula yang harus meningkatkan taraf hidup dari masyarakat itu sendiri," tuturnya.


Hide Ads