Penelitian dari sebuah perusahaan keuangan, Arabesque menyatakan baru 25% perusahaan besar di dunia yang berupaya melawan krisis iklim. Data itu didapat berdasarkan laporan dari 14 indeks saham terbesar dunia yang melaporkan antara 2015 dan 2019.
Dikutip dari CNN, Kamis (22/4/2021) Penelitian itu mencatat 25% perusahaan itu tengah berupaya melawan krisis iklim sesuai dengan perjanjian Paris atau The Paris Agreement yang bertujuan untuk membatasi kenaikan suhu global hingga 1,5 derajat Celcius pada 2050.
Meskipun semakin banyak perusahaan berkomitmen untuk mengatasi krisis iklim, emisi terus meningkat sejak 2015. Namun, menurut data dari perjanjian Paris Global emisi mulai turun pada tahun lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketua Arabesque, Georg Kell mengatakan penelitian tersebut menegaskan bahwa tindakan sukarela yang diambil oleh banyak perusahaan telah membuat perbedaan di sana-sini, tetapi belum juga menambahkan perubahan sistemik.
Baca juga: Aksi Krusial Menghadapi Perubahan Iklim |
"Ini adalah tahun yang kritis. Waktu hampir habis. Kita perlu meningkatkan secara signifikan, kita hanya punya beberapa tahun lagi," kata Kell yang juga Direktur Pendiri UN Global Compact.
Penelitian Arabesque menemukan bahwa indeks unggulan di Swedia, Jerman, Swiss, Finlandia, dan Jepang memiliki jumlah emiten terbesar yang akan memenuhi target 1,5 derajat Celcius pada tahun 2050. Namun, data Arabesque juga menunjukkan 15% perusahaan, dengan nilai pasar gabungan US$ 5 triliun, tidak mengungkapkan emisi gas rumah kaca mereka kepada publik.
Simak juga 'Bunga Sakura di Jepang Mekar Lebih Cepat Jadi Penanda Perubahan Iklim':