Menguak Asal Usul Tambang Emas di Sangihe yang Ramai Penolakan

Menguak Asal Usul Tambang Emas di Sangihe yang Ramai Penolakan

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Minggu, 13 Jun 2021 16:33 WIB
tambang emas di kalimantan yang ternyata tidak ada emasnya alias boongan
Foto: Ilustrasi Tambang Emas (Edi Wahyono/detikcom)
Jakarta -

Pertambangan emas di Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara mendapatkan tentangan warga. PT Tambang Mas Sangihe (TMS) jadi perusahaan yang mendapatkan izin mengeruk kekayaan alam Sangihe.

Kegiatan pertambangan emas di Sangihe memang menjadi sorotan beberapa waktu ini. Apalagi, setelah minggu kemarin Helmud Hontong, Wakil Bupati Sangihe, salah satu tokoh yang menolak tambang emas di Sangihe meninggal secara tiba-tiba saat naik pesawat.

Lantas seperti apa asal-usul PT TMS bisa mendapatkan izin mengelola tambang emas di Sangihe?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dirjen Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin menjelaskan kegiatan pertambangan PT TMS didasarkan atas kontrak karya yang ditandatangani oleh pemerintah dan PT TMS pada 1997.

Di sisi lain, Pemprov Sulut pun telah menerbitkan izin lingkungan untuk PT TMS pada 15 September 2020. Dia menyatakan total luas area kegiatan pertambangan di Sangihe hanya 65,48 hektare (ha) dari total 42 ribu hektare lahan yang diberikan kepada PT TMS di Sangihe.

ADVERTISEMENT

"Di mana dalam izin lingkungan dimaksud disebutkan bahwa lokasi yang akan digunakan PT TMS untuk melakukan kegiatan pertambangan hanya seluas 65,48 ha dari total luas wilayah sebesar 42 ribu ha," kata Ridwan kepada detikcom, Sabtu (12/6/2021).

Ridwan membeberkan, berdasarkan data pihaknya, dari total luas wilayah kegiatan pertambangan PT TMS, yang prospek untuk ditambang hanya 4.500 hektare. Dia menyebut luas wilayah itu kurang dari 11% dari total luas wilayah kontrak kerja PT TMS di Sangihe.

Ridwan mengatakan dengan adanya penolakan keras dari masyarakat, pihaknya akan meminta PT TMS melakukan penciutan atau mengecilkan wilayah kontrak kerja. Pasalnya, banyak wilayah kontrak kerja memang tidak dilakukan kegiatan pertambangan.

"Berdasarkan evaluasi tersebut, dapat meminta PT TMS melakukan penciutan terhadap wilayah KK (kontrak karya) yang tidak digunakan/tidak prospek untuk dilakukan kegiatan pertambangan," papar Ridwan.

Penolakan terhadap tambang emas di Pulau Sangihe ini konon sampai merenggut nyawa salah satu pejabat tinggi di sana. Bagaimana ceritanya? Buka halaman selanjutnya.

Di sisi lain, sebelumnya Wabup Sangihe Helmut Hontong sebelum meninggal mendadak sempat mengirim surat permintaan pembatalan izin tambang PT TMS ke Kementerian ESDM. Sejak awal izin diberikan, kabarnya tambang emas ini memang sudah ditolak masyarakat sekitar.

Surat pembatalan izin tambang itu bahkan diketahui dikirim Helmut atas inisiatif pribadi, bukan mengatasnamakan Pemkab Sangihe sesuai jabatannya.

Hal itu diketahui setelah Sekda Kabupaten Kepulauan Sangihe Harry Wollf menyatakan tidak ada surat apapun yang dikirim Pemkab ke Kementerian ESDM. Surat permintaan pembatalan izin tambang itu diketahui dikirim Helmut kepada Kementerian ESDM pada 28 April lalu.

"Pemerintah tidak ada (mengirim surat permintaan pembatalan izin tambang PT TMS), dalam kapasitas pemerintah. Mungkin beliau itu menyurat dalam kapasitas pribadi," kata Harry ketika dimintai konfirmasi detikcom, Jumat (11/6/2021).

Ridwan Djamaluddin juga membenarkan pihaknya menerima sepucuk surat dari Helmut Hontong soal permintaan membatalkan izin tambang untuk PT TMS. Lebih lanjut, pihaknya sedang menjadwalkan pertemuan dengan Pemkab Kepulauan Sangihe dalam membahas kegiatan tambang PT TMS.

"Pihak Kementerian ESDM benar telah menerima surat pribadi dari Wabup Kepulauan Sangihe tanggal 28 April 2021. Saat ini Ditjen Minerba sedang menjadwalkan pertemuan dengan pihak Kabupaten Kepulauan Sangihe untuk membahas kegiatan pertambangan PT TMS," kata Ridwan.

Dari penelusuran detikcom, PT TMS sendiri merupakan perusahaan patungan yang terdiri dari 4 pihak. PT TMS dimiliki 70% oleh Sangihe Gold Corporation, korporasi tambang asal Kanada yang memiliki kantor di Jakarta.

30% kepemilikan sisanya diambil oleh perusahaan lokal. Rincian pembagiannya, PT Sungai Belayan Sejati 10%, PT Sangihe Prima Mineral 11%, dan PT Sangihe Pratama Mineral 9%.


Hide Ads