Meninggalnya Wakil Bupati Sangihe Helmud Hontong membuat penolakan pertambangan emas di Kepulauan Sangihe makin menjadi. Rencananya ada 42 ribu hektare lahan yang akan dijadikan kontrak karya pertambangan.
Minggu kemarin Helmud Hontong meninggal dunia secara tiba-tiba saat naik pesawat. Dia adalah salah satu tokoh yang menolak tambang emas di Sangihe.
Kepergiannya terasa janggal bagi sejumlah pihak karena sebelumnya ia mengirimkan surat penolakan tambang emas.
PT Tambang Mas Sangihe (TMS) jadi perusahaan yang mendapatkan izin mengeruk kekayaan alam Sangihe.
Lantas seperti apa asal-usul PT TMS bisa mendapatkan izin mengelola tambang emas di Sangihe, padahal Wakil Bupati Sangihe menolaknya?
Dirjen Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin menjelaskan kegiatan pertambangan PT TMS didasarkan atas kontrak karya yang ditandatangani oleh pemerintah dan PT TMS pada 1997.
Baca juga: Martir Penjaga Pulau Sangihe |
Di sisi lain, Pemprov Sulut telah menerbitkan izin lingkungan untuk PT TMS pada 15 September 2020. Dia menyatakan total luas area kegiatan pertambangan di Sangihe hanya 65,48 hektare (ha) dari total 42 ribu hektare lahan yang diberikan kepada PT TMS di Sangihe.
"Di mana dalam izin lingkungan dimaksud disebutkan bahwa lokasi yang akan digunakan PT TMS untuk melakukan kegiatan pertambangan hanya seluas 65,48 ha dari total luas wilayah sebesar 42 ribu ha," kata Ridwan kepada detikcom, Sabtu (12/6/2021).
Ridwan membeberkan, berdasarkan data pihaknya, dari total luas wilayah kegiatan pertambangan PT TMS, yang prospek untuk ditambang hanya 4.500 hektare. Dia menyebut luas wilayah itu kurang dari 11% dari total luas wilayah kontrak kerja PT TMS yang ditolak Wakil Bupati Sangihe.
Berlanjut ke halaman berikutnya.
(hal/ara)