Bukti Nyata Singapura Ketergantungan RI

Bukti Nyata Singapura Ketergantungan RI

Aulia Damayanti - detikFinance
Jumat, 22 Okt 2021 18:00 WIB
Patung Merlion, Singapura
Foto: Fitraya Ramadhanny/detikTravel

Untuk industri komputer, elektronik, dan optik nilai ekspor ke Singapura di tahun 2018 US$ 1,58 miliar, 2019, US$ 1,265 miliar, dan 2020 US$ 1,166 miliar.

Sedangkan gas alam nilai ekspornya senilai US$ 1,511 miliar untuk 2018, lalu pada 2019 nilainya US$ 1,263 miliar, dan 2020 turun menjadi US$ 855,8 juta. Terbesar ketiga ada peralatan listrik, nilainya pada 2018 US$ 484,5 juta, pada 2019 US$ 494,8 juta dan 2020 US$ 597,1 juta.

Kemudian, pada tahun 2020 logam dasar dari Jakarta paling banyak diekspor ke Singapura. Besarannya hingga 74,46%.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Terbesar kedua, ekspor industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia yang besaran ekspornya 4,09%. Terakhir, nilai ekspor industri pakaian sebesar 3,08%.

Selama 2020, total ekspor logam dasar dari Jakarta ke Singapura mencapai US$ 1,043 miliar, bahan kimia dan barang dari bahan kimia US$ 57,3 juta, dan industri pakaian sebesar US$ 43,2 juta.

ADVERTISEMENT

Berdasarkan data itu, artinya Singapura bukan hanya banyak impor gas alam saja, tetapi banyak menerima barang lain dari Indonesia yang jumlahnya juga cukup banyak.

Sebagai informasi, baru-baru ini Singapura diketahui terancam gelap gulita karena krisis energi yang menghantuinya. Indonesia bisa jadi faktor penyebabnya karena pasokan gas alam ke Singapura dari Tanah Air belum sepenuhnya pulih sejak mengalami gangguan pada Juli.

Dilansir Reuters, Energy Market Authority (EMA) menyatakan gangguan pasokan gas di Indonesia telah berkontribusi pada lonjakan harga listrik.

"Lonjakan baru-baru ini dapat dikaitkan dengan sejumlah faktor, termasuk permintaan listrik yang lebih tinggi dari biasanya, pemadaman beberapa unit pembangkit, pembatasan gas dari Natuna Barat, serta tekanan pendaratan yang rendah dari gas yang dipasok dari Sumatera Selatan," kata EMA.

Gangguan pasokan gas dibenarkan oleh Deputi Operasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK) Migas, Julius Wiratno. Meski begitu, dia berujar distribusi gas mulai membaik walaupun belum normal.

"Distribusi gas pada September sudah mulai membaik dibandingkan Juli yang mengalami gangguan produksi, namun belum kembali normal seperti awal tahun ini. Hal ini disebabkan penurunan laju produksi gas di salah satu lapangan," kata Julius.

Singapura sendiri adalah tujuan ekspor gas alam terbesar Indonesia. Dikutip dari data BPS, sepanjang Januari-Juli 2021 Indonesia mengekspor US$ 1,45 miliar atau Rp 20,43 triliun (kurs Rp 14.075).

Jumlah ini naik 50,75% dari periode yang sama tahun 2020. Jumlah ekspor gas alam ke Singapura setara dengan 40% dari total ekspor gas alam Indonesia.


(ara/ara)

Hide Ads