Jokowi Mau Turunkan Emisi Gas Rumah Kaca di RI, Caranya?

Jokowi Mau Turunkan Emisi Gas Rumah Kaca di RI, Caranya?

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Selasa, 02 Nov 2021 11:04 WIB
Presiden Jokowi
Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengungkapkan Perpres terkait NEK ini adalah tonggak penting untuk menetapkan arah kebijakan Indonesia menuju target NDC 2030 dan NZE 2060.

Dengan Perpres ini investasi hijau secara global bisa menuju Indonesia. "Instrumen NEK ini menjadi bukti kolaborasi dan kerja sama multipihak yang sangat baik dan dapat menjadi momentum bagi first mover advantage penanggulangan perubahan iklim berbasis market di tingkat global untuk menuju pemulihan ekonomi yang berkelanjutan," jelas dia dalam keterangan resmi, Selasa (2/11/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebelumnya untuk mendukung pencapaian target NDC, pemerintah telah menerapkan berbagai kebijakan fiskal termasuk pemberian insentif perpajakan, alokasi pendanaan perubahan iklim di tingkat kementerian/lembaga, Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) dan inovasi-inovasi pembiayaan melalui Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH), Sustainable Development Goals (SDG) Indonesia One dan Green Climate Fund (GCF).

Inovasi kebijakan terakhir yang ditempuh adalah implementasi pajak karbon melalui penetapan Undang Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Implementasi tersebut telah menjadikan Indonesia sejajar dengan negara-negara maju yang telah melaksanakan kebijakan pajak karbon ini di antaranya Inggris, Jepang dan Singapura dan juga sebagai salah satu dari sedikit negara, bahkan yang terbesar di negara berkembang, yang akan mengimplementasikannya lebih dahulu.

ADVERTISEMENT

Menteri Keuangan Sri Mulyani pada pidato pengantar RUU HPP pada sidang paripurna DPR RI tanggal 7 Oktober 2021 menyampaikan pemerintah akan melakukan transisi yang tepat agar pengenaan pajak karbon tetap konsisten dengan momentum pemulihan ekonomi pasca pandemi COVID-19. Pengenaan pajak karbon dilakukan secara bertahap dengan memperhatikan perkembangan pasar karbon, pencapaian target NDC, kesiapan sektor, dan kondisi ekonomi.

"Dengan demikian, sistem pengenaan pajak karbon yang berlaku di Indonesia bukan hanya adil (just), tapi juga terjangkau (affordable) dan tetap mengutamakan kepentingan masyarakat luas," jelasnya.

Dengan memanfaatkan first mover advantage, Indonesia akan menjadi acuan dan tujuan investasi rendah karbon di berbagai sektor pembangunan baik di sektor energi, transportasi, maupun industri manufaktur. Industri-industri berbasis hijau akan menjadi primadona investasi masa depan. industri kendaraan listrik, sumber-sumber energi terbarukan seperti tenaga surya, panas bumi, dan angin akan menjadi pendongkrak ekonomi dan mampu memberikan nilai tambah bagi bangsa Indonesia serta menyerap tenaga kerja yang berkeahlian tinggi.

"Ini merupakan kesempatan emas untuk mensejajarkan bangsa Indonesia dengan negara-negara lain dan di saat yang sama mampu menjaga warisan bumi Indonesia yang sehat dan berkelanjutan yang dipinjamkan oleh anak cucu kita", pungkas Febrio.


(kil/eds)

Hide Ads