Pertamina Geber Pembangunan SPKLU di Tengah Serbuan Kendaraan Listrik

Pertamina Geber Pembangunan SPKLU di Tengah Serbuan Kendaraan Listrik

Ardan Adhi Chandra - detikFinance
Senin, 15 Nov 2021 11:16 WIB
Dua Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) diluncurkan di Jakarta. Salah satunya berlokasi di SPBU Pertamina 31.128.02 MT Haryono, Tebet.
Foto: Herdi Alif Al Hikam/detikcom
Jakarta -

Pemerintah berencana mewujudkan penurunan emisi karbon atau net zero emission (NZE) pada 2060 atau lebih cepat. Peta jalan (roadmap) juga sudah disusun untuk menekan dampak perubahan iklim yang belakangan ini semakin terasa. PT Pertamina (Persero) ikut ambil bagian dalam rencana go green ini.

Ada lima prinsip utama dalam menekan emisi karbon, yaitu peningkatan pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT), pengurangan energi fosil, kendaraan listrik di sektor transportasi, peningkatan pemanfaatan listrik pada rumah tangga dan industri, dan pemanfaatan Carbon Capture and Storage (CCS).

Terkait pengurangan energi fosil, pemerintah menargetkan pada tahun 2027 ada 2 juta mobil listrik dan 13 juta motor listrik. Bahkan, di tahun 2040 ditargetkan tidak ada penjualan motor konvensional dam di 2050 tidak ada lagi penjualan mobil konvensional.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Inisiatif Go Green Pertamina

PT Pertamina (Persero) sebagai badan usaha milik negara (BUMN) minyak dan gas (migas) punya strategi untuk menurunkan emisi, menjalankan operasional secara ramah lingkungan, dan mengantisipasi transisi energi. Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan sebagai BUMN yang mendominasi energi fosil harus melakukan transformasi.

Pertamina telah melakukan penurunan emisi karbon dalam 10 tahun terakhir sebesar 29%. Sektor transportasi juga menjadi sorotan Pertamina. Ada delapan inisiatif strategis yang dilakukan Pertamina untuk mengantisipasi transisi energi, salah satunya terkait kendaraan listrik (electric vehicle/EV).

ADVERTISEMENT

Pertamina ikut berpartisipasi dalam Joint Venture (JV) Indonesia Battery Company yang akan memproduksi baterai 140 GWh pada tahun 2029 dan pada saat bersamaan juga mengembangkan ekosistem baterai EV termasuk bisnis swapping and charging.

Wujud inisiasi strategis ini, terlihat pada hadirnya pilot project Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) di enam lokasi Jakarta dan Tangerang, yaitu SPKLU di SPBU Fatmawati, Jakarta Selatan yang telah diresmikan pada 10 Desember 2020 lalu, SPKLU di SPBU Kuningan dan SPKLU di Bandara Soekarno-Hatta yang sedang proses pembangunan. Adapun tiga SPKLU lainnya merupakan sinergi dengan BPPT, yakni SPBU Lenteng Agung dan MT Haryono, serta SPKLU di Puspitek BPPT Serpong.

"Sektor transportasi ini harus menerapkan elektrifikasi, untuk itu, Pertamina bekerja sama dengan berbagai pihak, salah satunya dengan BPPT untuk mengembangkan SPKLU. Ada tiga lokasi yang dikembangkan dan Alhamdulillah sudah beroperasi," papar Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati pada Agustus lalu seperti ditulis Senin (15/11/2021).

Lokasi SPKLU PertaminaPertamina Geber Pembangunan SPKLU di Tengah Serbuan Kendaraan Listrik Foto: Tim Infografis detikcom

Kehadiran SPKLU Pertamina juga diapresiasi Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi. Hal ini bisa menjadi contoh bagi pelaku usaha lain untuk mendukung percepatan penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) di Indonesia sebagaimana yang tertuang dalam Perpres Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rida Mulyana juga mengatakan kehadiran SPKLU bisa menekan impor BBM, sehingga bisa menghemat devisa dan subsidi.

"Kami menghargai usaha dari Pertamina untuk melakukan transformasi bisnis sebagai respons perkembangan global. Transformasi ini memang tidak mudah, namun kami yakin dengan pengalaman dan daya saing Pertamina hal ini dapat diwujudkan dan Pertamina nanti dapat memberikan kontribusi signifikan bagi pengembangan infrastruktur kendaraan listrik," papar Rida.

Bagaimana cara isi daya di SPKLU Pertamina? Cek halaman berikutnya.

Isi Daya di SPKLU

SPKLU Pertamina yang bersinergi dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) di MT Haryono, Jakarta memiliki tiga jenis stopkontak (socket) untuk mengisi daya baterai kendaraan listrik. Pertama berjenis CHAdeMO berkekuatan 50 kW, kemudian CCS 2 Combo berkekuatan 50 kW, dan AC Type 2 berkekuatan 43 kW.

Dua jenis kontak di antaranya digunakan untuk rapid charging pada kendaraan dengan sistem listrik DC. Yaitu, jenis socket CHAdeMo 50 kW dan CCS 2 Combo 50 kW. Sementara socket berjenis AC Type 2 43 kW digunakan untuk fast charging kendaraan dengan sistem listrik AC. SPKLU ini juga bisa melakukan pengisian daya untuk dua mobil sekaligus. Dengan catatan satu mobil sistem listrik DC dan satunya lagi sistem AC.

Pengguna kendaraan listrik hanya perlu memberi tahu petugas di SPKLU jika ingin mengisi daya baterai. Proses pengisian akan dibantu petugas sedangkan pemilik kendaraan menunggu hingga baterai penuh sekitar 30-60 menit. Sedangkan tarif pengisian daya baterai di SPKLU diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 13 Tahun 2020.

Dua Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) diluncurkan di Jakarta. Salah satunya berlokasi di SPBU Pertamina 31.128.02 MT Haryono, Tebet.Transformasi SPKLU Pertamina saat Serbuan Mobil Listrik dan Cara Tekan Emisi Foto: Herdi Alif Al Hikam

Tak cuma SPKLU, Pertamina juga memiliki inisiatif lain untuk menekan emisi karbon dengan ambil bagian pada ekosistem industri baterai kendaraan listrik. Pertamina menghitung kebutuhan dana US$ 3,2 miliar atau Rp 45,6 triliun (kurs Rp 14.270). Hal ini terlihat pada dokumen yang dipaparkan Direktur Keuangan Pertamina, Emma Sri Martini pada webinar Maret lalu.

Dalam dokumen tersebut, Pertamina berencana mendapatkan pendanaan untuk baterai mobil listrik dari Lembaga Pengelola Investasi (LPI) atau Indonesia Investment Authority (INA). Target proyek tersebut berjangka waktu 2022-2029.

Baca juga: Gandeng Grab, Pertamina Kembangkan SPKLU di Bandara Soetta

Teknologi Rendah Karbon

Sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Pertamina menggenjot transformasi ke arah green economy. Pertamina mengejar target pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) 29% pada 2030 dengan usaha sendiri, dan 41% dengan bantuan internasional.

Di sela KTT Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa di Glasgow, Skotlandia yang berlangsung 1-10 November 2021, Pertamina menggandeng ExxonMobil dalam penerapan teknologi rendah karbon dan Carbon Capture and Utilization and Storage (CCUS).

"Kolaborasi CCUS ini merupakan langkah untuk mewujudkannya. Kemitraan ini sangat penting untuk mengurangi efek gas rumah kaca dan meningkatkan kapasitas produksi gas minyak nasional," ujar Menteri BUMN Erick Thohir awal November.

Bersama ExxonMobil, Pertamina akan mengembangkan penerapan teknologi rendah karbon untuk mencapai emisi net-zero dalam mempromosikan global climate goals. Teknologi CCS diaplikasikan melalui penerapan proses injeksi CO2 ke dalam lapisan subsurface untuk diterapkan pada depleted reservoir di wilayah kerja Pertamina, serta mengkaji potensi skema hubs and cluster.

Pertamina Gandeng ExxonMobil Kembangkan Teknologi Rendah KarbonPertamina Gandeng ExxonMobil Kembangkan Teknologi Rendah Karbon Foto: Pertamina

Pertamina dan ExxonMobil juga akan mengkaji terkait berbagi data technical subsurface yang diperlukan untuk penilaian subsurface formation sebagai tempat menyimpan CO2 dan karakteristik di lokasi tertentu di Indonesia. Kedua perusahaan juga akan mengkaji terkait berbagi data infrastruktur termasuk data pipa, fasilitas dan sumur untuk mengevaluasi penggunaan ulang infrastruktur yang ada untuk transportasi.

Aplikasi teknologi ini juga dapat diterapkan pada produksi blue hydrogen yang dikombinasikan teknologi CCS. Aplikasi lainnya yang akan dikaji adalah CCUS yaitu pemanfaatan CO2 yang akan diubah menjadi produk bernilai tambah yang penerapannya dilakukan di industri hulu dan hilir migas.

Inisiatif yang dilakukan Pertamina untuk go green seperti penyediaan SPKLU dan upaya menekan emisi karbon diharapkan bisa mencapai target penurunan emisi karbon atau net zero emission (NZE) pada 2060 atau lebih cepat. Dengan demikian, dampak emisi ke perubahan iklim bisa ditekan semaksimal mungkin, sehingga bumi semakin sehat.

(ara/ara)

Hide Ads