Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, akan mengumumkan larangan ekspor Minyak dan mulai memanfaatkan Cadangan Minyak Strategis (SPR).
Hal ini bukan tanpa alasan, Joe Biden mendapat desakan dari Gedung Putih dan partainya sendiri untuk memerangi harga bensin dan harga barang konsumsi lain di tengah pemulihan pandemi COVID-19.
Mengutip dari CNN, Biden berencana akan mengumumkan keputusannya pada hari Selasa (23/11/2021), namun langkah tersebut bergantung pada negara lain yang menyelesaikan kesepakatan mereka untuk melakukan hal yang sama.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Yang Utama dari Isu Transisi Energi |
Diketahui rencana Amerika Serikat dan kemungkinan negara lain untuk melepaskan cadangan darurat telah membantu menurunkan harga minyak. Setelah sebelumnya mencapai US$ 85 atau Rp 1,2 juta (Kurs Rp 14.262) per barel pada akhir bulan Oktober, kini harga minyak AS telah turun sekitar 10%.
Hal ini juga berpengaruh pada lonjakan harga bensin dengan rata-rata nasional sebesar US$ 3,41 atau Rp 48 ribu per galon.
Namun rencana ini disebutkan tidak bisa menyelesaikan ketidakseimbangan pasokan dan permintaan untuk jangka panjang karena jumlah cadangan minyak yang terbatas, permintaan yang terus melonjak dan pasokan dari OPEC yang lesu.
"Ini tidak akan menjadi obat mujarab. Tapi kita harus melakukan apa yang kita bisa," Kata Anggota DPR Amerika Serikat dan Anggota Partai Demokrat, Ro Khanna.
Apakah rencana larangan ekspor ini akan membantu atau merugikan?
Lihat juga Video: Joe Biden Sahkan 3 RUU Penguatan Aparat Penegak Hukum