Sejumlah strategi perlu disiapkan untuk mengejar target produksi minyak 1 juta barel per hari (bopd) dan gas 12 ribu MMSCFD pada 2030. Salah satunya melalui aliansi strategis (strategic alliance).
Hal itu sebagaimana terungkap dalam diskusi panel bertajuk Strategic Alliance Acceleration in Natural Resources Utilization to Increase Production in order to Achieve Long Term Strategic Plan to 1 Million BOPD & 12 MMSCFD.
Direktur Pengembangan dan Produksi Subholding Upstream Pertamina/PT Pertamina Hulu Energi, Taufik Aditiyawarman mengatakan, salah satu faktor kesuksesan strategic alliance itu adalah melepas ego. Aliansi ataupun kemitraan merupakan salah satu upaya untuk mendapat hasil yang lebih baik, lebih besar, dan lebih cepat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dengan adanya krisis seperti saat ini seharusnya semua harus terbuka. Strategic alliance itu harus matching antara technology needs dan technology yang tersedia di pasar. Pemilik WK harus terbuka, penyedia teknologi juga ada timbal balik, harus ready," kata dia dalam keterangan tertulis, Rabu (24/11/2021).
Taufik mengatakan, sejak Pertamina membuka program strategic alliance, saat ini sudah ada 29 perusahaan dengan membawa 46 teknologi yang tengah dicoba link and match untuk 27 lapangan.
Lanjutnya, subholding upstream akan menjalankan skema Kerja Sama Operasi (KSO) untuk mengelola Wilayah Kerja (WK) tidak terbatas pada WK yang dikelola PT Pertamina EP. Langkah ini dinilai bisa menjadi peluang untuk lebih agresif mencapai target produksi 1 juta bopd dan 12 ribu MMSCFD gas pada 2030.
Seiring dengan itu, Pertamina sedang memperbaiki skema KSO dan telah berkonsultasi dengan SKK Migas. "Saat ini KSO hanya untuk PEP, kami ingin itu dilakukan juga untuk WK non-PEP. Ini mungkin bisa buka peluang untuk lebih agresif menuju target satu juta barel, sehingga partisipan menuju kesana lebih banyak dan serempak," kata Taufik.