Harga minyak dan gas (migas) terancam naik akibat konflik panas antara Rusia dan Ukraina. Hal itu terjadi jika Rusia benar-benar akan menginvasi Ukraina.
Invasi merupakan aktivitas sebuah negara yang sengaja masuk ke negara lain dengan mengerahkan angkatan bersenjata. Hal itu dimaksud untuk menguasai negara lain dan akan menimbulkan perang.
Jika terjadi perang, pasokan minyak dari Rusia akan terganggu karena negara itu merupakan produsen minyak terbesar kedua di dunia setelah AS. Ukraina sebagai pusat transit gas alam Rusia ke Eropa, aktivitasnya juga akan terganggu. Bahkan peperangan bisa menimbulkan kerusakan infrastruktur di sana.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Peristiwa geopolitik yang begitu besar akan memiliki implikasi besar pada harga gas, jika tidak mengarah pada gejolak," Direktur Eksekutif IEA Fatih Birol dikutip dari CNN, Jumat (21/1/2022).
Belum diketahui berapa kenaikan harga migas ke depan, sementara saat ini harga minyak di level US$ 100 per barel. Tetapi dipastikan konflik Rusia-Ukraina berpotensi berdampak pada sebagian besar masyarakat AS.
Saat ini harga bensin di AS sudah merangkak naik. Rata-rata nasional mencapai US$ 3,32 per galon, naik dari level terendah baru-baru ini di US$ 3,28.
Hal ini membuat khawatir pemerintah AS. Sebab Negeri Paman Sam ini tengah mengalami inflasi besar-besaran. Jika harga migas naik, tentu sangat mempengaruhi keadaan AS.
Presiden AS Joe Biden pun bergegas untuk berbicara dengan perusahaan energi dan negara lain. Dia melaporkan bagaimana situasi AS yang tengah sulit secara ekonomi, politik, dan tentu saja dari sudut pandang keamanan nasional.
Inflasi sudah menjadi masalah politik dan ekonomi utama bagi Biden. Rebound harga BBM baru-baru ini mengancam memperburuk inflasi. Apalagi konflik Rusia-Ukraina akan membuatnya lebih buruk.
(ara/ara)