Berdasarkan proyeksi yang dilakukan oleh Kementerian ESDM, target PLTS Atap sebesar 3,6 GW yang akan dilakukan secara bertahap hingga tahun 2025, akan berdampak positif pada hal-hal diantaranya:
Berpotensi menyerap 121.500 orang tenaga kerja
Berpotensi meningkatkan investasi sebesar Rp. 45 Triliun s/d Rp. 63,7 Triliun untuk pembangunan fisik PLTS dan Rp. 2,04 Triliun s/d Rp. 4,1 Triliun untuk pengadaan kWh Exim
Mendorong tumbuhnya industri pendukung PLTS di dalam negeri dan meningkatkan daya saing dengan semakin tingginya Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN)
Mendorong green product sektor jasa dan green industry untuk menghindari penerapan carbon border tax di tingkat global
Menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 4,58 Juta Ton CO2e
Berpotensi mendapatkan penerimaan dari penjualan Nilai Ekonomi Karbon sebesar Rp 0,06 Triliun/tahun (asumsi harga karbon 2 USD/ton CO2e).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Substansi pokok dari Permen ESDM Nomor 26 Tahun 2021 yaitu:
Ketentuan ekspor kWh listrik ditingkatkan dari 65% menjadi 100%;
Kelebihan akumulasi selisih tagihan dinihilkan, diperpanjang dari 3 bulan menjadi 6 bulan;
Jangka waktu permohonan PLTS Atap menjadi lebih singkat (5 hari tanpa penyesuaian Perjanjian Jual Beli Listrik (PJBL) dan 12 hari dengan adanya penyesuaian PJBL)
Mekanisme pelayanan berbasis aplikasi untuk kemudahan penyampaian permohonan, pelaporan, dan pengawasan program PLTS Atap
Dibukanya peluang perdagangan karbon dari PLTS Atap
Tersedianya Pusat Pengaduan PLTS Atap untuk menerima pengaduan dari pelanggan PLTS Atap atau Pemegang IUPTLU
Perluasan pengaturan tidak hanya untuk pelanggan PLN saja tetapi juga termasuk pelanggan di Wilayah Usaha non-PLN (Pemegang IUPTLU).
Sebagai informasi, proses pelayanan sistem PLTS Atap selama masa transisi masih dilakukan secara manual, belum berbasis aplikasi.
(kil/hns)