Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyoroti beban berat di balik transisi energi. Isu transisi energi jadi salah satu topik utama yang bakal dibahas pada presidensi KTT G20 2022.
Menurut Luhut transisi energi ke sumber yang ramah lingkungan harus berkeadilan. Biaya untuk mencapai hal itu besar dan tentu menjadi beban berat bagi negara berkembang, bahkan negara miskin. Transisi energi harus seminimal mungkin memberikan dampak sosial ekonomi bagi masyarakat di setiap negara.
"Transisi energi haruslah berkeadilan. Biayanya besar tentu banyak negara miskin atau yang berkembang tidak mampu dan tidak mau membebani masyarakatnya. Apalagi di masa pandemi, beban berat. Transisi energi harus seminimal mungkin dampaknya kepada sosial ekonomi masyarakat," ungkap Luhut dalam peluncuran rangkaian Energy Transition Working Group (ETWG) G20, Kamis (10/2/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Luhut menegaskan perubahan-perubahan akan terjadi di tengah proses transisi energi, mulai dari struktur pekerjaan, skenario pembangunan, hingga orientasi bisnis. Agar semua pihak bisa bersiap pada perubahan itu, menurutnya negara-negara maju yang sudah siap melakukan transisi energi dapat membantu negara yang belum mampu.
"Kita mau yang berkeadilan, maka yang bebannya berat harus dibantu, (negara) yang siap jalan sendiri bisa bantu yang belum mampu," ujar Luhut.
Dia menjelaskan Indonesia sudah memulai komitmen dan langkah untuk transisi energi, salah satunya dengan membangun ekosistem industri hijau. Sebuah kawasan industri hijau besar, kata Luhut, sedang dibangun di Kalimantan Utara.
Peran industri hijau digenjot. Cek halaman berikutnya.
Lihat juga Video: Buruh Singgung Presidensi G20 RI: Kami Bangga Sekaligus Miris!