RI Mau Tekan Emisi Karbon 29% di 2030, Bagaimana Caranya?

RI Mau Tekan Emisi Karbon 29% di 2030, Bagaimana Caranya?

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Kamis, 17 Feb 2022 18:45 WIB
Ilustrasi Emisi Karbom
Ilustrasi/Foto: Dok. Unsplash.com
Jakarta -

Pemerintah mengungkapkan saat ini Indonesia sedang memerangi perubahan iklim. Hal ini karena Indonesia juga masuk dalam negara yang mengalami pemanasan global akibat perubahan iklim.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengungkapkan pemanasan global ini akan berdampak pada masyarakat mulai dari petani sampai nelayan.

"Perubahan iklim ini bisa membuat prediksi panen tidak bisa dilakukan. Karena itu Indonesia berkepentingan untuk berpartisipasi dalam climate change agenda," ujar dia dalam acara Seminar Issues in G20: Exit Strategy & Scarring Effect, Kamis (17/2/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Febrio menyampaikan dalam Paris Agreement Indonesia berkomitmen untuk menekan emisi hingga 29% pada 2030. "Ini bisa tercapai, Indonesia dan banyak negara lain lebih ambisius untuk mengendalikan perubahan iklim. Indonesia juga masuk ke dalam target net zero," jelas dia.

Dia menyampaikan memang saat ini juga masih dilakukan transisi energi. Apalagi saat ini energi di Indonesia masih 65% batu bara. "Jelas ini polusi, dan kita adalah produsen batu bara terbesar di dunia dan menjadi eksportir. Tapi kita berupaya untuk mengurangi PLTU Batu bara dan dilakukan transisi artinya tidak terjadi dalam satu tahun," imbuh dia.

ADVERTISEMENT

Hal ini membutuhkan sinergi dari berbagai pihak. Salah satunya Schneider Electric yang menjadi pemimpin transformasi digital dalam pengelolaan energi dan otomasi, mengungkapkan peningkatan elektrifikasi perlu dibarengi dengan percepatan transisi energi bersih dari sumber energi terbarukan dan digitalisasi pengelolaan energi yang lebih cerdas.

Sektor industri sebagai tiga besar penyumbang gas rumah kaca (GRK) dapat menjadi motor penggerak bagi sektor lainnya untuk segera mengambil langkah proaktif menuju pembangunan ekonomi hijau dengan net-zero emission.

Business Vice President Industrial Automation Schneider Electric Indonesia & Timor Leste Martin Setiawan mengatakan, dalam menjalankan komitmen sustainability, penting untuk memastikan sustainability framework dibuat secara strategis dan terukur.

"Perusahaan semakin dituntut untuk lebih transparan terhadap dampak bisnisnya terhadap lingkungan sehingga akurasi data menjadi ujung tombak dalam mengukur keberhasilan dari upaya sustainability, dan teknologi digital memungkinkan hal tersebut," jelas dia.

Berlanjut ke halaman berikutnya.

Sementara teknologi digital membangun masa depan yang cerdas dengan membuat yang tidak terlihat menjadi terlihat, mendorong efisiensi, dan menekan pemborosan energi. Lebih dari 60% energi yang dihasilkan terbuang sia-sia.

Efisiensi sering sekali diabaikan, meskipun merupakan salah satu cara tercepat untuk mengurangi konsumsi. Pemanfaatan listrik berbasis sumber energi baru terbarukan (EBT) yang didukung dengan teknologi digital akan menjadi solusi terbaik dalam penyediaan dan pemerataan akses energi bersih hingga ke daerah terpencil, pengelolaan yang lebih efisien dan sustainable, mengurangi emisi karbon, serta meningkatkan ketahanan energi.

Koordinator Pelayanan dan Pengawasan Usaha Aneka EBT, Direktorat Jenderal EBTKE Kementerian ESDM Mustaba Ari Suryoko mengatakan telah menyiapkan roadmap untuk mendorong peningkatan industri serta pembangunan infrastruktur PLTS yang tertuang di dalam RUPTL 2021-2030.

Dalam RUPTL tersebut, pemerintah menargetkan pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan mencapai 51,6%. Selain itu, Kementerian ESDM akan mengembangkan secara bertahap PLTS Atap sebesar 3,6 GW hingga 2025. Adapun sektor industri dan bisnis menjadi salah satu segmen konsumen prioritas.

Penambahan PLTS Atap diharapkan dapat menekan penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) hingga 4,58 juta ton CO2e pada 2025. Adapun adopsi PLTS Atap di sektor industri perlu terus didorong dengan memberikan dukungan ahli melalui kemitraan strategis.

Managing Director Xurya Daya Indonesia Eka Himawan mengatakan salah satu kendala yang dihadapi oleh pelaku industri untuk beralih ke energi bersih yakni biaya investasi awal yang tinggi, padahal penggunaan PLTS Atap bagi pelaku industri memiliki peran penting dalam pengembangan industri hijau.

"Maka dari itu, kami menyediakan alternatif pembiayaan instalasi PLTS Atap tanpa investasi sebagai bentuk komitmen kami dalam meningkatkan penggunaan energi baru terbarukan bagi pelaku industri," jelasnya.


Hide Ads