Invasi Rusia ke Ukraina dan berbagai sanksi yang diberikan negara-negara Barat kepada Rusia telah memberikan dampak bagi perekonomian dunia. Termasuk ancaman krisis energi yang luar biasa.
Ahli Strategi Goldman Sachs dalam laporannya menyebutkan, adanya ketidakpastian dalam konflik Rusia-Ukraina akan berdampak pada krisis pasokan minyak dunia
"Ketidakpastian tentang bagaimana konflik ini dan kekurangan minyak akan diselesaikan belum pernah terjadi sebelumnya," tulis laporan Goldman Sachs dikutip detikcom dari CNN Business, Jumat (11/3/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Amerika Serikat (AS) telah mengumumkan larangan impor minyak Rusia pada Selasa lalu. Langkah serupa juga disusul Inggris yang akan berjanji menghapus impor minyak Rusia pada akhir tahun ini.
"Mengingat peran kunci Rusia dalam pasokan energi dan ekonomi global, bisa dihadapkan pada salah satu krisis pasokan energi terbesar yang pernah ada," jelas Goldman Sachs.
Rystad Energy memprediksi negara-negara Barat lainnya juga, akan mengikuti jejak AS yang melarang impor minyak Rusia secara besar-besaran. Sehingga, harga minyak mentah akan bisa meroket hingga US$ 240 per barel musim panas ini.
Goldman Sachs mengatakan krisis Rusia-Ukraina bisa melumpuhkan setidaknya 3 juta barel per hari ekspor minyak dan produk minyak Rusia melalui laut. Jika berkelanjutan, maka kondisi ini akan menjadi krisis kelima terbesar sejak Perang Dunia II, setelah insiden Embargo Minyak Arab di tahun 1973, perang Iran-Irak pada 1980 dan perang Irak-Kuwait pada tahun 1990.
Masalahnya, sejauh ini belum ada yang bisa mengimbangi pasokan minyak Rusia. Bahkan, setelah rilis cadangan minyak darurat pun, produksi minyak akan lebih tinggi dari perusahaan organisasi negara pengekspor minyak bumi dunia Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC).
Lanjut halaman berikutnya tentang ramalan Goldman Sachs soal krisis energi.