Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki agenda untuk memerangi perubahan iklim. Karena itu pemerintah berupaya untuk mewujudkan rencana-rencana tersebut dengan berbagai kebijakan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan jika Indonesia bisa berkontribusi mengurangi emisi CO2 sebesar 29% dengan upaya sendiri dan 41% dengan dukungan dari internasional.
"Kami memperkirakan biaya untuk ini sekitar Rp 3.460 atau sekitar Rp 266 triliun per tahun hingga 2030. Anggaran pemerintah hanya bisa menyediakan 34%," kata dia dalam acara Webinar S20: Just Energy Transition, Kamis (17/3/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengungkapkan karena pemerintah tak mampu menanggung biaya sendiri. Maka pemerintah akan mengundang lebih banyak sektor swasta dan BUMN untuk berpartisipasi.
Karena itu pemerintah merancang bagaimana memerangi perubahan iklim, merancang transisi energi, penjelasan pentingnya energi. "Sedangkan untuk energi yang harus kita alihkan dari yang tidak terbarukan menjadi energi baru terbarukan. Ini akan membutuhkan biaya yang jauh lebih besar," jelas dia.
Saat ini pemerintah telah memiliki pajak karbon untuk mendukung langkah tersebut. Pemerintah juga berkoordinasi antar kementerian untuk membangun mekanisme pasar terkait karbon.
"Kami juga memperkenalkan pajak karbon, kami sudah berdiskusi dengan PLN untuk mengidentifikasi dan menghentikan pembangkit listrik berbasis batu bara," jelas dia.
Selanjutnya, pemerintah juga mendorong investasi di energi terbarukan. Hal ini juga dibutuhkan berbagai desain kebijakan untuk menyingkirkan hambatan dalam mewujudkan energi terbarukan ini.
"Anggaran atau kebijakan fiskal menjadi sangat penting dalam menjadi katalisator. Memberikan insentif dalam bentuk subsidi seperti tax allowance, tax holiday agar bisa menarik investor di sektor energi terbarukan," jelas dia.
(kil/zlf)