Gandeng Aparat, Pertamina Kawal Ketat Distribusi Solar Subsidi

Gandeng Aparat, Pertamina Kawal Ketat Distribusi Solar Subsidi

Yudistira Imandiar - detikFinance
Selasa, 29 Mar 2022 19:45 WIB
solar langka di surabaya
Foto: Esti Widiyana
Jakarta -

Pertamina memastikan stok Biosolar saat ini dalam kondisi aman dengan level ketersediaan 23 hari. Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengatakan pihaknya melibatkan aparat penegak hukum untuk mengatasi kelangkaan yang terjadi.

Antrian solar yang terjadi di beberapa wilayah disebut akibat gap pada suplai yang diatur berdasarkan kuota dan demand. Selain itu, kenaikan harga solar non subsidi hingga selisihnya mencapai Rp 7800 per liter dengan solar subsidi, disinyalir membuat konsumen yang seharusnya menggunakan solar non subsidi beralih ke solar subsidi.

Nicke menjelaskan selisih harga sebesar Rp 7800 ini merupakan besaran yang harus ditanggung Pemerintah dalam bentuk subsidi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tingginya harga minyak dunia menyebabkan disparitas harga makin jauh (antara solar subsidi dengan non subsidi). Ini yang mendorong shifting konsumsi atau ada yang tidak tepat sasaran. Kami menggandeng aparat penegak hukum untuk lakukan pengendalian dan monitoring di lapangan agar solar subsidi sesuai dengan yang diperuntukkan," jelas Nicke dalam keterangan tertulis, Selasa (29/3/2022).

Selain disparitas harga, Nicke menguraikan permasalahan kelangkaan di lapangan juga dipengaruhi oleh kuota solar subsidi yang mengalami penurunan sebesar 5% dibandingkan tahun lalu. Alokasi kuota Solar Subsidi yang harus disalurkan Pertamina di tahun 2022 ini sebesar 14,9 juta Kilo Liter (KL), sedangkan tahun lalu sebesar 15,4 juta KL. Padahal, lanjut Nicke, seiring peningkatan mobilitas masyarakat dan aktivitas usaha permintaan solar meningkat.

ADVERTISEMENT

Nicke menjabarkan kuota Solar Subdisi yang diberikan ke Pertamina sebesar 14,9 juta KL, sedangkan kebutuhan di lapangan mencapai sebesar 16 juta KL. Sehingga sampai akhir tahun akan terjadi peningkatan sekitar 14%.

"Gap inilah juga yang menyebabkan terjadinya masalah. Jadi demand-nya naik (sudah over kuota) 10%, tetapi dari sisi suplai kuotanya turun 5%. Oleh karena itu, kami memohon dukungan, jika memang solar subsidi bisa meningkatkan lagi pertumbuhan ekonomi, kuotanya perlu disesuaikan agar sesuai kebutuhan masyarakat," tutur Nicke.


Dari total penjualan Solar Pertamina, porsi solar Subsidi mencapai 93% sementara solar non subsidi hanya 7%. Nicke menyebut perlu aturan yang lebih ketat lagi agar penyaluran solar subsidi lebih tepat sasaran.

"Ada aturannya dalam bentuk Perpes, mungkin diperlukan level Kepmen yang kemudian bisa digunakan sebagai dasar di lapangan Juklak Juknis-nya untuk mengatur industri apa yang boleh dan tidak boleh (menggunakan solar subsidi), kemudian berapa volumenya untuk masing-masing," tutur Nicke.




(ega/hns)

Hide Ads