Komisi VII DPR RI mendesak pemerintah segera membayar utang kompensasi ke PT Pertamina (Persero). Menurut Komisi VII, pembayaran kompensasi perlu dilakukan untuk mencegah krisis likuiditas.
Hal itu merupakan salah satu kesimpulan rapat dengar pendapat antara Komisi VII dengan Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Tutuka Ariadji, Kepala BPH Migas Erika Retnowati, dan Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati. Kesimpulan rapat dibacakan Wakil Ketua Komisi VII, Eddy Soeparno, Selasa (29/3/2022) lalu.
"Komisi VII DPR RI mendesak pemerintah agar kompensasi kepada Pertamina yang bernilai sekitar Rp 100 triliun dapat segera dibayarkan guna mencegah krisis likuiditas Pertamina yang dapat mengganggu pengadaan dan penyaluran BBM nasional," katanya
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam kesimpulan rapat, Komisi VII juga sepakat untuk melakukan penambahan kuota untuk solar subsidi sebanyak 2 juta kiloliter (KL).
"Komisi VII sepakat untuk melakukan penambahan kuota solar subsidi sebesar 2 juta KL menjadi 17 juta KL serta penambahan kuota minyak tanah sebesar 100 ribu KL menjadi 600 ribu KL berdasarkan kondisi real di lapangan atas paparan Dirjen Migas Kementerian ESDM, Kepala BPH Migas dan Pertamina dan selanjutnya diagendakan pembahasan dengan Menteri ESDM," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pemerintah memiliki utang sebesar Rp 109 triliun ke Pertamina dan PLN terkait kompensasi penyaluran BBM dan listrik. Kompensasi tersebut merupakan kewajiban yang harus dibayar hingga tahun 2021.
Dia mengatakan, harga BBM dan listrik belum mengalami perubahan harga. Sehingga, pemerintah harus membayar kompensasi kepada Pertamina dan PLN. Ia menjelaskan, pada tahun 2020 pemerintah telah membayar kompensasi sebesar Rp 47,9 triliun. Dari angka itu, sebanyak Rp 30 triliun untuk Pertamina dan Rp 17,9 triliun untuk PLN.
Dia mengatakan, pemerintah masih memiliki kompensasi yang belum dilunasi ke Pertamina yakni Rp 15,9 triliun untuk tahun 2020.
"Sebetulnya untuk Pertamina masih ada Rp 15,9 triliun kewajiban kompensasi 2020 yang belum kita lunasi," katanya dalam konferensi pers APBN Kita, Senin (28/3).
Sri Mulyani menuturkan, berdasarkan audit BPKP kompensasi untuk BBM di 2021 melonjak sampai Rp 68,5 triliun. Kemudian, untuk listrik sebanyak Rp 24,6 triliun. Dengan memperhitungkan tagihan yang belum terbayar untuk tahun 2020 dan kewajiban yang mesti dibayar untuk tahun 2021, maka total utang pemerintah ke Pertamina dan PLN mencapai Rp 109 triliun.
"2021 berdasarkan audit BPKP kita sudah menerima bahwa kompensasi akan makin melonjak. Untuk biaya kompensasi BBM akan melonjak Rp 68,5 triliun. Ini tagihan Pertamina kepada kami. Dan untuk listrik Rp 24,6 triliun, jadi masih ada Rp 93,1 triliun. Secara total dalam hal ini pemerintah memiliki kewajiban Rp 109 triliun," katanya.
Simak Video: Ada Banyak Macam BBM, Mana yang Paling Banyak Dikonsumsi Masyarakat?