Ekspor Batu Bara Dinilai Bisa Kurangi Defisit Produk Migas

Ekspor Batu Bara Dinilai Bisa Kurangi Defisit Produk Migas

Erika Dyah Fitriani - detikFinance
Jumat, 01 Apr 2022 19:51 WIB
Sebuah kapal tongkang pengangkut batu bara melintas di Sungai Musi, Palembang, Sumatera Selatan, Jumat (14/1/2022). Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan target produksi batu bara 2022 mencapai 663 juta ton yang diperuntukkan untuk konsumsi domestik/domestik market obligation (DMO)  sebesar 165,7 juta ton sedangkan sisanya 497,2 juta ton akan mengisi pasar ekspor. ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/rwa.
Foto: ANTARA FOTO/NOVA WAHYUDI

Menurut Fahmy, tingginya harga batu bara juga bisa berdampak positif pada perusahaan pertambangan untuk lebih berkontribusi kepada masyarakat sekitar. Misalnya, dengan meningkatkan dan mengembangkan program Corporate Social Responsibility (CSR).

Program-program CSR ini diharapkan dapat membantu dan menggerakkan perekonomian daerah tempat perusahaan tersebut beroperasi. Fahmy menerangkan CSR merupakan kewajiban yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT), Pasal 74 ayat (1). Pasal tersebut berbunyi: Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/ atau berkaitan dengan sumberdaya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Adapun salah satu contoh kegiatan CSR dilakukan oleh PT Bukit Makmur Mandiri Utama (PT BUMA) pada akhir tahun 2021 yang memberikan bantuan dalam bentuk Perlindungan Jaminan Sosial di 10 Desa Lingkar Tambang Perusahaan Geo Energy Group dan PT BUMA. Perlindungan Jaminan Sosial tersebut diberikan kepada 400 Pekerja Rentan atau Bukan Penerima Upah (BPU).

Fahmy mengatakan program ini merupakan wujud kepedulian bersama Geo Energy Group dan PT BUMA dalam mendukung pekerja rentan agar tidak khawatir saat bekerja. Sebab, mereka sudah terlindungi Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.

ADVERTISEMENT

Adapun contoh lainnya yaitu PT Berau Coal yang memiliki program CSR mendirikan pabrik pengolahan kakao 'Berau Cocoa' di area Politeknik Sinar Mas Berau Coal, Sei Bedungun, Tanjung Redeb, Berau, Kalimantan Timur.

Program CSR PT Berau Coal di Berau digelar lewat pengembangan agribisnis untuk meningkatkan ketahanan ekonomi. Diketahui, PT Berau Coal turut menjalankan tata kelola pasar di Berau Cocoa untuk bantu meningkatkan kualitas kakao sehingga harga jual beli petani jadi lebih tinggi.

Aktivitas CSR PT Berau Coal di Kabupaten Berau tak hanya fokus pada pengembangan pertanian dan perkebunan seperti pengembangan kakao Berau, tapi juga turut menggelar sejumlah program yang kepedulian akan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar. Bahkan, CSR yang diberikan PT Berau Coal disebut-sebut sebagai salah satu yang terbesar di Kalimantan Timur dibanding perusahaan-perusahaan tambang batu bara lainnya.

Di Berau, kebun kakao tersebar di 13 kampung dampingan yakni Suaran, Tumbit Dayak, Tumbit Melayu, Long Lanuk, Nyapa Indah, Batu Rajang, Labanan Makarti, Gunung Tabur, Merasa, Rantau Panjang, Sambarata, Sambaliung, dan Segah. Terdapat 367 petani kakao yang didampingi perusahaan dengan lahan tanam seluas 450 hektare.

Dikutip dari data BPS juga, jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor pertambangan dan penggalian pada Agustus 2021 sebanyak 1,44 juta orang. Angka tersebut merupakan kenaikan dari bulan Februari tahun 2021 yang sebesar 1,34 juta orang.

Fahmy berharap para pelaku industri batu bara nasional terus meningkatkan kapasitasnya dalam mengembangkan produk batu bara bernilai tambah. Menurutnya, dengan upaya menciptakan hilirisasi produk batu bara, maka jumlah tenaga kerja yang terserap akan semakin bertambah sehingga bisa menekan tingkat angka pengangguran di Indonesia.

"Tentunya dibutuhkan peran swasta termasuk investor asing untuk ikut mengembangkan hilirisasi batu bara di dalam negeri, semisal untuk menciptakan proses coal liquefaction atau coal gasification," ungkapnya.

"Peran pemerintah pun sangat besar untuk bisa meningkatkan minat swasta untuk pengembangan produk hilir batu bara tadi, dengan memberikan insentif seperti kebijakan fiskal yang bisa mendorong para pelaku usaha," tambah Fahmy.

Sebagai informasi, pada Selasa (8/3) lalu Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan penerimaan negara dari sektor pertambangan mineral dan batubara (Minerba) mencetak angka Rp 124,4 triliun di tahun 2021. Adapun penerimaan yang disampaikan dalam acara Peluncuran SIMBARA dan Penandatanganan MoU Sistem Terintegrasi dari Kegiatan Usaha Hulu Migas ini mencakup pajak, bea keluar, hingga Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

"Ini adalah penerimaan yang tertinggi dalam 5 tahun terakhir," ungkap Sri Mulyani.

Ia menjelaskan pencapaian rekor penerimaan negara dari sektor minerba tersebut dipicu oleh meningkatnya harga komoditas pertambangan, seperti batu bara.

"Kenaikan harga komoditas mineral dan batu bara memberikan kontribusi besar," pungkasnya.


(prf/hns)

Hide Ads