Sejarah Menarik: Asal Muasal BBM Pertamax, Pertalite hingga Premium

Sejarah Menarik: Asal Muasal BBM Pertamax, Pertalite hingga Premium

Trio Hamdani - detikFinance
Minggu, 03 Apr 2022 08:06 WIB
PT Pertamina (Persero) menaikan harga dua produk bahan bakar minyak (BBM) non subsidi per 18 September 2021. Dua produk tersebut berupa Pertamax Turbo RON 98 dan Pertamina Dex.
Foto: Rifkianto Nugroho

Bagaimana dengan BBM Premium?

Bicara soal BBM Premium yang selama ini disubsidi, perlu diketahui bahwa sejak awal kemerdekaan, subsidi telah menjadi ciri umum dalam perekonomian Indonesia. Demikian disebutkan dalam tulisan yang dipublikasikan International Institute for Sustainable Development (IISD), berjudul Lessons Learned from Indonesia's Attempts to Reform Fossil -Fuel Subsidies.

Tulisan yang dibuat oleh Christopher Beaton dan Lucky Lontoh itu, menyebutkan pada tahun 1965, subsidi BBM saja menyerap 20% dari total penerimaan negara.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kemudian, ketika kekuasaan sementara diberikan kepada Jenderal Suharto yang akhirnya menjadi presiden pada tahun 1968, subsidi tetap berlanjut.

Bahkan setelah banyak pengendalian harga dihapus pada bulan Oktober 1966, pemerintah terus menjaga harga produk minyak bumi, tenaga listrik, transportasi perkotaan dan air minum.

ADVERTISEMENT

Dalam rencana pembangunan lima tahun pertama Orde Baru, yakni REPELITA 1969-1974, subsidi terutama digunakan untuk mendukung kebijakan ekonomi makro yang bertujuan untuk memulihkan stabilitas sosial dan politik.

Upaya Orde Baru untuk memulihkan stabilitas ekonomi berhasil, dan Indonesia menikmati keuntungan besar dan pertumbuhan tinggi pada tahun-tahun setelah embargo minyak 1973-74 dan selama era "Oil Boom" awal 1980-an. Selama periode ini, peran perusahaan minyak negara Indonesia, Pertamina, sangat penting dalam pengelolaan kekayaan sumber daya bahan bakar fosil negara.

Di bawah tekanan internasional dan domestik, Soeharto akhirnya mengundurkan diri dari jabatannya pada 21 Mei 1998, yang secara efektif menandai berakhirnya Orde Baru. Subsidi, bagaimanapun, tidak akan begitu mudah dicabut. Pada tahun anggaran 1998-1999 diperkirakan telah mencapai hampir seperempat dari anggaran pemerintah.

Menyusul jatuhnya rezim Soeharto, sejumlah upaya telah dilakukan untuk merestrukturisasi sektor perminyakan dan ketenagalistrikan serta mereformasi subsidi energi di Indonesia.

Antara tahun 2000 dan 2003, Bank Dunia mendokumentasikan sejumlah kenaikan harga produk minyak yang ditetapkan pemerintah.

Pada bulan Oktober 2000, harga bensin dinaikkan 15%, solar 9% dan minyak tanah 25%. Ini diikuti oleh demonstrasi besar-besaran yang tidak berjalan kondusif. Insiden termasuk pembakaran pompa bensin di Medan, protes mahasiswa di kota Makassar Sulawesi Selatan, penculikan dua pegawai pemerintah daerah dan pemogokan oleh pekerja angkutan umum.

Terkait kebijakan tersebut, pemerintah berjanji bahwa penghematan anggaran akan digunakan untuk membantu rumah tangga berpenghasilan rendah.

Pada bulan April 2001, harga bahan bakar untuk industri besar, yang mewakili sekitar 23% pasar, dinaikkan menjadi 50% dari harga pasar internasional.

Kemudian pada bulan Juni 2001, harga bensin dinaikkan 26%, solar 50% dan minyak tanah 14%, untuk rumah tangga, transportasi lokal dan PLN.

Pada bulan Januari 2002, Keputusan Presiden mengumumkan niat untuk mengurangi subsidi bahan bakar secara bertahap, yang bertujuan untuk menetapkan harga bensin pada 100% dari harga pasar internasional dan 75% untuk harga minyak solar otomotif, minyak solar industri dan bahan bakar minyak, dalam batas-batas tertentu, baik untuk pengguna rumah tangga maupun industri, berdasarkan harga grosir bahan bakar grosir Mid Oil Platt Singapore.

Ke halaman berikutnya



Simak Video "Video: Sejoli Ini Modif Tangki Sedan Jadi 100 Liter Demi Dapat BBM Subsidi"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads