Sejarah Pertamina yang Lahir dari 3 Perusahaan Negara

Trio Hamdani - detikFinance
Minggu, 03 Apr 2022 11:00 WIB
Foto: Herdi Alif Al Hikam/detikcom
Jakarta -

Sorotan publik sedang tertuju kepada PT Pertamina (Persero) lantaran menaikkan harga BBM jenis Pertamax. Perusahaan minyak dan gas (migas) milik negara itu sendiri menyatakan sudah 3 tahun terakhir tak menaikkan harga BBM RON 92 itu.

Bicara tentang Pertamina, perusahaan ini lahir pada 1968. Perusahaan migas tersebut dibentuk melalui penggabungan perusahaan pertambangan minyak negara PN Permina, dengan perusahaan minyak dan gas nasional PN Permigan, serta dengan PN Pertamin yang mengatur kontrak produksi dengan investor asing, eksplorasi dan produksi minyak bumi dan operasi tengah dan hilir.

Demikian disebutkan dalam tulisan yang dipublikasikan International Institute for Sustainable Development (IISD), berjudul Lessons Learned from Indonesia's Attempts to Reform Fossil -Fuel Subsidies.

Tulisan yang dibuat oleh Christopher Beaton dan Lucky Lontoh itu, menyebutkan pada gilirannya kekayaan minyak bumi Indonesia dan masuknya investasi asing menciptakan budaya yang kemudian disebut dengan akronim KKN: korupsi, kolusi dan nepotisme.

Perwira tinggi militer ditempatkan di posisi politik dan ekonomi yang vital. Pada awal tahun 1968, Direktur pertama Pertamina adalah Mayor Jenderal Ibnu Sutowo.

Selanjutnya, melalui UU Nomor 8 Tahun 1971, pemerintah mengatur peran Pertamina untuk menghasilkan dan mengolah migas dari ladang-ladang minyak serta menyediakan kebutuhan bahan bakar dan gas di Indonesia.

Pertamina secara resmi diposisikan sebagai perusahaan minyak dan gas milik negara melalui UU tersebut yang mewajibkan semua perusahaan minyak di tanah air untuk beroperasi dengan kerjasamanya.

Hal itu memungkinkan Pertamina untuk memainkan peran ganda sebagai regulator dan pemain pasar yang dominan di sektor minyak dan gas selama tiga dekade berikutnya.

Pertamina tercatat sebagai salah satu perusahaan minyak nasional pertama di dunia yang menggunakan 'kontrak bagi hasil', yakni perjanjian lisensi yang mengizinkan perusahaan asing untuk mengekstraksi sumber daya minyak, dengan syarat bahwa pemerintah Indonesia akan menerima persentase tertentu dari minyak yang diproduksi setelah perusahaan telah memulihkan biaya mereka.

Kemudian melalui UU No 22 Tahun 2001 tentang Migas, pemerintah mengubah kedudukan Pertamina sehingga penyelenggaraan Public Service Obligation (PSO) dilakukan melalui kegiatan usaha.

Pada tahun 2001, UU tersebut mengubah Pertamina menjadi PT Pertamina, sebuah badan usaha milik negara biasa. Hal ini menggeser peran regulator ke Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral dengan menetapkan pembentukan dua entitas baru: BP Migas, badan pengawas kegiatan hulu minyak dan gas bumi; dan BPH Migas, badan pengatur kegiatan hilir migas.

Undang-undang tersebut juga mendesak PT Pertamina untuk membentuk anak perusahaan terpisah untuk mengelola bisnis eksplorasi, ekstraksi, dan produksi. Pengalihan kekayaan minyak terkait KKN di bawah pengaturan ini diperkirakan telah jauh berkurang.

Peraturan Pemerintah No 31 Tahun 2003 kemudian mengubah status Pertamina menjadi perseroan terbatas, PT Pertamina (Persero).

Kemudian pada 2018, dari catatan detikcom, pemerintah membentuk Holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Migas. Pertamina ditetapkan sebagai induk holding dan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) atau PGN sebagai anggota holding.

Terbentuknya holding ini setelah Menteri BUMN menandatangani akta pengalihan saham seri B milik negara sebesar 56,96% di PGN kepada Pertamina.

Pertamina kemudian meresmikan 6 subholding pada September 2021. Peresmian dilakukan langsung oleh Menteri BUMN Erick Thohir, didampingi oleh Wakil Menteri 1 BUMN Pahala Nugraha Mansury, Komisaris Utama Pertamina Basuki Tjahaja Purnama dan Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati.



Simak Video "Pertamina bagikan 1.000 seragam sekolah untuk pengemudi ojek"

(toy/zlf)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork