Pengusaha RI Gandeng Investor AS-Kanada Mau Garap Energi Hijau

Pengusaha RI Gandeng Investor AS-Kanada Mau Garap Energi Hijau

Aulia Damayanti - detikFinance
Jumat, 29 Apr 2022 22:15 WIB
Pemerintah terkesan menggebu-gebu menerapkan EBT
Ilustrasi EBT/Foto: detik

Dalam lawatan ini, Shinta menegaskan bahwa target Net Zero Emission yang dicanangkan Indonesia pada tahun 2060 membutuhkan dukungan pembiayaan, teknologi hingga infrastruktur energi agar mampu mendorong pemanfaatan energi baru dan terbarukan secara optimal. Selain itu diperlukan pula mekanisme kebijakan insentif yang tepat agar dapat meningkatkan mobilisasi pendanaan dan investasi untuk kegiatan rendah karbon baik dari dana publik maupun investasi swasta.

"Jadi kami butuh investor untuk mendukung secara finansial. Bukan hanya itu saja, dalam transisi energi
kita harus memperhatikan juga justice energy, karena energi itu berhubungan dengan masyarakat luas. Ini ada kaitannya dengan akses energi yang murah dan berkualitas, akses pekerjaan, keterampilan dan banyak lagi," jelas Shinta.

Untuk itu, KADIN Indonesia mencoba melakukan kerja sama dengan beberapa institusi di AS seperti Development Financial Corporation (DFC) agar membantu berinvestasi di sektor energi berkelanjutan. Terlebih lagi Indonesia memiliki potensi yang sangat besar terkait energi baru dan terbarukan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), potensi energi baru terbarukan (EBT) yang dimiliki Indonesia sangat besar mencapai 3.686 giga watt (GW) berasal dari energi surya, air atau hidro, bioenergy, angin, panas bumi (geothermal), dan gelombang laut. Namun, pemanfaatannya masih perlu ditingkatkan karena baru mencapai 0,3%.

Tidak hanya mempromosikan terkait program transisi energi saja, pada rangkaian B20 Roadshow ke AS dan Kanada ini para delegasi Indonesia juga turut mendorong kerja sama lintas batas dan solidaritas global dengan fokus pada transformasi digital, energi bersih, dan program UMKM.

ADVERTISEMENT

Mengenai situasi geopolitik ketegangan antara AS, Uni Eropa dan Rusia dan dampaknya bagi Presidensi G20 Indonesia, Shinta mengatakan isu ini terus diawasi secara seksama sembari melihat arahan dari pemerintah.

"Sejak dulu kita menganut politik bebas aktif. Jadi kita tetap mengarah pada penyelesaian masalah, kestabilan harga pangan, energi, rantai pasok. Lebih fokus pada diversifikasi, inovasi dan adaptasi dalam pemulihan ekonomi dunia. Fokus kita tetap pada policy recommendation, mencari solusi yang ada dan dampak dari geopolitik ini," jelas Shinta.


(ara/ara)

Hide Ads