Harga minyak dunia terus mengalami kenaikan berimbas pada kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dalam negeri. Namun Pertamina sebagai satu-satunya penjual BBM milik negara masih menahan diri.
Dalam periode ini, terpantau beberapa perusahaan bahan bakar minyak internasional telah beberapa kali menerapkan kenaikan harga BBM. Seperti halnya Shell yang menaikkan harga BBM Shell Super yang setara RON 92 sebesar Rp 870 menjadi Rp 17.500 per liter pada 1 Juni 2022 kemarin.
Di sisi lain, perusahaan minyak dalam negeri, Pertamina baru satu kali melakukan kenaikan harga RON 92 Pertamax sejak 1 April 2022 lalu menjadi harga Rp 12.500 per liter. Padahal saat ini Pertamina sedang berada pada kondisi defisit akibat tidak menyesuaikan harga jual BBM dengan harga belinya di pasaran global.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Direktur Executive Energy Watch, Mamit Setiawan mengatakan bahwa belum terlihat tanda bahwa harga minyak dunia akan turun. Bahkan harga minyak dunia berkemungkinan akan terus di atas US$ 100 per barel. Hal ini merupakan kondisi yang berbahaya bagi Pertamina apabila terus bertahan dengan tarif BBM saat ini.
"Sebetulnya secara regulasi Pertamina berhak untuk menaikkan harga Pertamax, tertuang dalam Perpres No. 69 tahun 2021 pasal 14A yang menyatakan kalau harga jenis BBM umum dapat ditentukan oleh badan usaha," ujar Mamit, kepada detikcom, Jumat (03/06/2022).
Menurut Mamit kenaikan Pertamax tidak akan menimbulkan dampak yang besar. Sebab menurut data yang dimilikinya angka konsumsi Pertamax hanya sebesar 19% dari total konsumsi BBM Pertamia secara keseluruhan.
Angka itu jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan Pertalite yang mencapai 80%. Sedangkan Pertamax Turbo dan jenis BBM lainnya sebesar 1%.
"Kalaupun Pertamax belum bisa, agar beban tidak terlalu besar penyesuaian bisa dilakukan pada Pertamax turbo, Pertamax Dex dan lain-lain yang berada di atasnya," ujar Mamit.
Memang diakuinya kenaikan harga BBM akan memicu penolakan dari masyarakat. Namun itu bisa di atas jika pemerintah dan Pertamina bisa melalukan edukasi yang baik ke masyarakat.
"Pemerintah sekarang juga perlu berfokus untuk penggunaan pertalite bisa tepat sasaran. Menurut saya perlu ada pembatasan demi mewujudkan hal itu. Salah satu caranya bisa dengan yang sedang ramai ini seperti menggunakan aplikasi mypertamina," tuturnya.
Mamit juga menambahkan bahwa upaya tersebut dilakukan demi menekan angka konsumsi pertalite sebagai Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) yang juga mendapat subsidi dari pemerintah. Dirinya menilai bahwa regulasi pemerintah tidak memberi batasan yang jelas mengenai konsumsi pertalite, yang mana tertulis bahwa semua orang berhak menikmati bahan bakar bersubsidi itu. Sedangkan kondisi tersebut sedikit banyak berpengaruh pada defisit yang dialami Pertamina.
Lanjut di halaman berikutnya.
Simak Video "Video: Pertamina Pastikan Stok BBM Aman Selama Masa Lebaran 2025"
[Gambas:Video 20detik]